RADARSOLO.ID – Ratusan perangkat desa yang tergabung dalam persatuan perangkat desa Indonesia (PPDI) Karanganyar mengharapkan pemerintah pusat menata kembali kewenangan pemerintah desa terkait penggunaan anggaran desa. Mereka merasa beberapa haknya telah diambil alih pemerintah pusat untuk menjalankan sejumlah program.
”Kami menyuarakan tata kelola keuangan desa yang sekitar 68 persen Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) digunakan untuk program pemerintah pusat,” kata Ketua DPC PPDI Karanganyar Sugeng Wiyono saat refleksi UU desa.
Sugeng menambahkan, setelah adanya Undang-Undang Desa Tahun 2020 yang sebelumnya mengatur tentang penanganan dampak dari adanya Covid-19 sejak 2019 lalu, desa tidak bisa mengembangkan potensinya.
”Semua program pemerintah pusat baik di bidang sosial maupun bidang kesehatan maupun ekonomi dibebankan di anggaran desa. Dan desa hanya mengelola sekira 32 persen saja dari anggaran desa tersebut. Kami kemarin sudah mengusulkan agar UU itu dihapus atau direvisi, karena desa saat ini tidak bisa apa-apa,” tegasnya.
Bupati Karanganyar Juliyatmono yang saat itu melepas perwakilan kepala desa ke Jakarta untuk memperingati refleksi UU desa mendukung tuntutan mereka agar pemerintah pusat mengevaluasi UU Desa Tahun 2020. Sehingga desa bisa berkembang dengan anggaran desa masing-masing.
”Memang banyak titipan program dari pemerintah pusat yang semua itu dibebankan ke pemerintah desa. Oleh karena itu, hal tersebut harus segera dihindari, tidak boleh pemerintah pusat membuat program. Kemudian anggarannya dibebankan ke pemerintah desa, karena hal tersebut tidak efektif dan justru malah memberatkan desa. Mereka tidak akan bisa berkembang, karena masing-masing desa itu berbeda-beda pendapatannya,” tegas Bupati. (rud/adi/dam)