23.4 C
Surakarta
Sunday, 2 April 2023

 Berkilah Kehabisan Modal, Janji Mengangsur

Mandor Proyek Masjid Raya Sheikh Zayed Utang Makan Rp 145 Juta, Pemilik Warung Mulai Cemas

RADARSOLO.ID – Dian Eka Sari, 38, sedang harap-harap cemas. Pemilik Warung Makan Restu Bunda di Jalan Ahmad Yani ini berharap tunggakan uang makan dari beberapa mandor proyek Masjid Raya Sheikh Zayed senilai Rp 145 juta ini segera terbayarkan. Sebab, sampai saat ini tidak ada kejelasan, sementara proyek sudah selesai.

Ditemui di warung kecil miliknya, Dian mengatakan, tunggakan uang makan sebesar itu tidak datang dari satu pihak melainkan dari sejumlah pihak berbeda. Sejak persiapan pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed 2020 hingga pertengahan 2022, sebelum peresmian masjid.

“Mandor N Rp 65 juta, Mandor GT Rp 30, dan Mandor GD Rp 50 juta. Totalnya ada Rp 145 juta yang masih belum terbayar dari tiga mandor ini. Awal-awal dulu sebetulnya pembayaran masih lancar, per dua pekan sekali selalu dibayar. Tapi lama kelamaan mulai molor, baru dibayar setelah empat pekan. Itu pun nominalnya belum sesuai dengan yang harus dibayarkan selama itu,” kata dia.

Membengkaknya ongkos makan itu karena tidak jarang satu mandor itu membawa tambahan anak buah. Belum lagi makan itu tidak hanya tiga kali sehari. Saat lembur tidak jarang ada perminatan tambahan khusus untuk menyiapkan makan tambahan bagi pekerja. Termasuk permintaan lainnya seperti minum dan rokok jumlahnya juga besar jika dirupiahkan. Hingga proyek berakhir dan diresmikan hingga dibuka untuk umum, ongkos makan senilai Rp 145 juta itu belum terbayarkan.

“Banyak, satu mandor itu anak buahnya sampai 60 orang, kadang lebih. Mulai pergi itu 2022. Dari awal tahun sampai yang terakhir pertengahan tahun. Ya saya bingung kok sampai bisa seperti ini padahal sesuai perjanjian akan dibayar secara berkala,” terang Dian.

Mendapati biaya makan yang tak terbayar itu, Dian didampingi RT setempat sempat mendatangi PT Waskita selaku kontraktor pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed. Sayangnya kala itu belum ada titik terang dan solusi dari badan usaha milik negara itu.

“Saya lapor ke RT saya kemudian di dampingi ke PT Waskita waktu kantornya masih di sini (sekitar lokasi proyek, Red). Saya bilang ke Waskita kalau saya dirugikan segini. Tapi Waskita bilang itu urusan dengan mandor,” terang dia.

Di sisi lain, Dian semakin cemas ketika mendapati tiga mandor itu sudah angkat kaki dari proyek. Sang pemilik warung kemudian mencari kejelasan dari tiga mandor proyek yang masih memiliki tunggakan ongkos makan itu dengan menyambangi rumah masing-masing mandor. Mendapat kesempatan bertemu, Dian meminta kepastian dari para mandor itu terkait pelunasan tunggakan uang makan itu.

Kini dia telah memegang secarik kertas berisi keterangan dari ketiga mandor itu untuk bertanggung jawab melunasi utang-utang jasa katering di Warung Restu Bunda itu. Keterangan itu ditanda tangani dan dilengkapi dengan materai.

“Katanya karena memang belum menerima uang. Itu yang mereka sampaikan langsung ke saya. Sudah ada kesanggupan dari mandor untuk melunasi, saya sudah pegang keterangan bermaterainya. Sebetulnya pengin saya laporkan (ke polisi, Red) takutnya nanti malah tidak kembali. Jadi ya saya tunggu saja niat baiknya. Semoga ya segera dilunasi,” jelas Dian.

Untuk menutup kebutuhan warung dan membayar lima pegawai yang membantunya, Dian terpaksa menjual perhiasan emas hingga menggadaikan berlian seharga Rp 17 juta. Itu saja masih belum cukup sehingga harus dibantu dana dari keluarga.

“Sekarang caranya dana yang ada ya harus diputar lagi biar warung tetap jalan. Saya dengar kabar terakhir Mas Gibran katanya sudah komentar untuk segera melunasi dalam seminggu ini, ya saya tunggu saja,” harap Dian.

Dikonfirmasi terpisah, salah seorang mandor berinisial G asal Demak membenarkan adanya utang ongkos makan sebesar Rp 30 juta yang belum terbayar kepada warung Dian. Dia mengaku kehabisan modal sehingga belum mampu membayar kekurangan biaya makan pekerja di bawah koordinasinya.

Meski demikian dia memastikan akan tetap melunasi utang di warung makan tersebut dengan cara mengangsur. Kalau untuk melunasi langsung dia mengaku belum sanggup.

“Saya belum mampu, karena modal habis. Saya juga sampai jual mobil untuk menutup biaya-biaya. Ini juga masih kerja. Saya mampunya ya nyicil sedikit-sedikit. Dari 60 juta sekarang tinggal Rp 30 juta,” kata pemborong salah satu pengerjaan bagian struktur Masjid Syeikh Zayed itu.

Disinggung soal asal muasal tunggakan uang makan yang nominalnya cukup besar itu, G mengatakan, karena banyak pembayaran yang prosesnya cukup lama dari PT Waskita selaku kontraktor. Hal itu akhirnya merembat kepada beberapa hal, termasuk belum dibayarkannya uang makan itu.

“Misalnya bayar warung per dua minggu Rp 10 juta. Ternyata dari kantor keluarnya hanya Rp 7 juta, jadi yang Rp 5 juta saya pakai bayar pekerja dan Rp 2 juta untuk bayar warung. Begitu terus sampai tambah banyak. Karena modal habis akhirnya saya keluar. Saya janji akan tetap saya lunasi,” kata pemborong asal Demak itu. (ves/bun/dam)

RADARSOLO.ID – Dian Eka Sari, 38, sedang harap-harap cemas. Pemilik Warung Makan Restu Bunda di Jalan Ahmad Yani ini berharap tunggakan uang makan dari beberapa mandor proyek Masjid Raya Sheikh Zayed senilai Rp 145 juta ini segera terbayarkan. Sebab, sampai saat ini tidak ada kejelasan, sementara proyek sudah selesai.

Ditemui di warung kecil miliknya, Dian mengatakan, tunggakan uang makan sebesar itu tidak datang dari satu pihak melainkan dari sejumlah pihak berbeda. Sejak persiapan pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed 2020 hingga pertengahan 2022, sebelum peresmian masjid.

“Mandor N Rp 65 juta, Mandor GT Rp 30, dan Mandor GD Rp 50 juta. Totalnya ada Rp 145 juta yang masih belum terbayar dari tiga mandor ini. Awal-awal dulu sebetulnya pembayaran masih lancar, per dua pekan sekali selalu dibayar. Tapi lama kelamaan mulai molor, baru dibayar setelah empat pekan. Itu pun nominalnya belum sesuai dengan yang harus dibayarkan selama itu,” kata dia.

Membengkaknya ongkos makan itu karena tidak jarang satu mandor itu membawa tambahan anak buah. Belum lagi makan itu tidak hanya tiga kali sehari. Saat lembur tidak jarang ada perminatan tambahan khusus untuk menyiapkan makan tambahan bagi pekerja. Termasuk permintaan lainnya seperti minum dan rokok jumlahnya juga besar jika dirupiahkan. Hingga proyek berakhir dan diresmikan hingga dibuka untuk umum, ongkos makan senilai Rp 145 juta itu belum terbayarkan.

“Banyak, satu mandor itu anak buahnya sampai 60 orang, kadang lebih. Mulai pergi itu 2022. Dari awal tahun sampai yang terakhir pertengahan tahun. Ya saya bingung kok sampai bisa seperti ini padahal sesuai perjanjian akan dibayar secara berkala,” terang Dian.

Mendapati biaya makan yang tak terbayar itu, Dian didampingi RT setempat sempat mendatangi PT Waskita selaku kontraktor pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed. Sayangnya kala itu belum ada titik terang dan solusi dari badan usaha milik negara itu.

“Saya lapor ke RT saya kemudian di dampingi ke PT Waskita waktu kantornya masih di sini (sekitar lokasi proyek, Red). Saya bilang ke Waskita kalau saya dirugikan segini. Tapi Waskita bilang itu urusan dengan mandor,” terang dia.

Di sisi lain, Dian semakin cemas ketika mendapati tiga mandor itu sudah angkat kaki dari proyek. Sang pemilik warung kemudian mencari kejelasan dari tiga mandor proyek yang masih memiliki tunggakan ongkos makan itu dengan menyambangi rumah masing-masing mandor. Mendapat kesempatan bertemu, Dian meminta kepastian dari para mandor itu terkait pelunasan tunggakan uang makan itu.

Kini dia telah memegang secarik kertas berisi keterangan dari ketiga mandor itu untuk bertanggung jawab melunasi utang-utang jasa katering di Warung Restu Bunda itu. Keterangan itu ditanda tangani dan dilengkapi dengan materai.

“Katanya karena memang belum menerima uang. Itu yang mereka sampaikan langsung ke saya. Sudah ada kesanggupan dari mandor untuk melunasi, saya sudah pegang keterangan bermaterainya. Sebetulnya pengin saya laporkan (ke polisi, Red) takutnya nanti malah tidak kembali. Jadi ya saya tunggu saja niat baiknya. Semoga ya segera dilunasi,” jelas Dian.

Untuk menutup kebutuhan warung dan membayar lima pegawai yang membantunya, Dian terpaksa menjual perhiasan emas hingga menggadaikan berlian seharga Rp 17 juta. Itu saja masih belum cukup sehingga harus dibantu dana dari keluarga.

“Sekarang caranya dana yang ada ya harus diputar lagi biar warung tetap jalan. Saya dengar kabar terakhir Mas Gibran katanya sudah komentar untuk segera melunasi dalam seminggu ini, ya saya tunggu saja,” harap Dian.

Dikonfirmasi terpisah, salah seorang mandor berinisial G asal Demak membenarkan adanya utang ongkos makan sebesar Rp 30 juta yang belum terbayar kepada warung Dian. Dia mengaku kehabisan modal sehingga belum mampu membayar kekurangan biaya makan pekerja di bawah koordinasinya.

Meski demikian dia memastikan akan tetap melunasi utang di warung makan tersebut dengan cara mengangsur. Kalau untuk melunasi langsung dia mengaku belum sanggup.

“Saya belum mampu, karena modal habis. Saya juga sampai jual mobil untuk menutup biaya-biaya. Ini juga masih kerja. Saya mampunya ya nyicil sedikit-sedikit. Dari 60 juta sekarang tinggal Rp 30 juta,” kata pemborong salah satu pengerjaan bagian struktur Masjid Syeikh Zayed itu.

Disinggung soal asal muasal tunggakan uang makan yang nominalnya cukup besar itu, G mengatakan, karena banyak pembayaran yang prosesnya cukup lama dari PT Waskita selaku kontraktor. Hal itu akhirnya merembat kepada beberapa hal, termasuk belum dibayarkannya uang makan itu.

“Misalnya bayar warung per dua minggu Rp 10 juta. Ternyata dari kantor keluarnya hanya Rp 7 juta, jadi yang Rp 5 juta saya pakai bayar pekerja dan Rp 2 juta untuk bayar warung. Begitu terus sampai tambah banyak. Karena modal habis akhirnya saya keluar. Saya janji akan tetap saya lunasi,” kata pemborong asal Demak itu. (ves/bun/dam)

Populer

Berita Terbaru

spot_img