RADARSOLO.ID – Sampah selalu menjadi persoalan pelik di kawasan permukiman. Mulai dari masalah kebersihan, kesehatan, dan termasuk masalah sosial lainnya. Terutama di Desa Tanggan, Kecamatan Gesi, yang terdapat tempat pemrosesan akhir sampah (TPAS). Beruntung masalah tersebut perlahan terusai, setelah pemerintah desa (pemdes) setempat berinisiatif memilah sampah di TPAS tersebut.
Tercatat setiap hari, ber ton-ton sampah se Kabupaten Sragen dikirim ke TPAS Desa Tanggan. Pemdes bersama warga setkitar tidak tinggal diam. Memutar otak, bagaimana caranya supaya sampah-sampah tersebut bisa dimanfaatkan. Selain itu, juga meminta jaminan kesehatan dari pemerintah, bagi warga yang tinggal di sekitar TPAS.
Kepala Desa (Kades) Tanggan Mulyanto menjelaskan, saat ini fokus dalam pengolahan sampah dan lingkungan. Keberadaan TPAS diklaim mendatangkan potensi cukup besar.
“Jadi kami terus memberikan edukasi ke masyarakat, terkait tumpukan sampah yang terus dikirim ke TPAS Tanggan. Sebenarnya sampah-sampah ini banyak manfaatnya. Dan potensi tersebut harus bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian warga,” terang Mulyanto, Jumat (17/3/2023).
Caranya, masing-masing RT dibentuk bank sampah. Tugasnya memilah sampah yang datang ke TPAS. Selain itu juga, membentuk kelompok wanita tani (KWT). Tugasnya memilah sampah organik untuk diolah menjadi pupuk dan media tanam.

“Pemanfaatan sampah bisa berguna sejak dari hulu sampai hilir. Sampah organik dipilah menjadi media tanam. Sedangkan sampah nonorganik diolah menjadi barang yang memiliki nilai komersial. Saya pribadi punya usaha pengolahan sampah. Sudah berjalan beberapa tahun terakhir,” imbuh Mulyanto.
Total terdapat 15 bank sampah, yang menginduk ke Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tanggan. Ditargetkan tahun ini bisa merangkul 22 kelompok bank sampah. Tugas utama bank sampah adalah memilah dan mengolah sampah, agar memiliki nilai ekonomis.
Salah satunya bekerja sama dengan pabrik pengolahan bijih plastik. Sampah plastik hasil pemilahan, kemudian diolah menjadi biji plastik. Kemudian disalurkan ke pabrik tersebut. “Biasanya disetorkan seminggu sekali. Tergantung kapasitas pemilahannya,” bebernya.
Mulyanto mengaku, sejauh ini bank sampah belum berkontibusi terhadap pendapatan asli desa (PADes). Karena keuntungannya masih fokus kepada peningkatan perekonomian warga.
“Belum ada dana desa yang disalurkan untuk pengelolaan sampah. Kalau sudah ada modalnya, nanti juga ada pemasukan untuk PADes,” ujarnya.
Terkait masalah kesehatan, Pemdes Tanggan mendapat bantuan dari Pemkab Sragen. Berupa iuran BPJS Kesehatan gratis bagi 690 warga terdampak TPAS di sana. Ratusan warga ini tersebar di enam RT.
“Sebagai bentuk dari kompensasi keberadaan TPAS. Mayoritas yang menerima bekerja sebagai pemulung di TPAS. Lumayan, risiko bagi kesehatan untuk jangka panjang sangat tinggi,” kata Mulyanto.
Di Desa Tanggan terdapat 80 kepala keluarga (KK) yang berprofesi sebagai pemulung. Namun itu bukan pekerjaan pokok mereka. Karena mereka juga bekerja sebagai buruh tani dan sebagainya.
“Soal perputaran ekonomi, tidak hanya pemulung yang mendapatkan keuntungan. Ada sebagian peternak yang juga memanfaatkan keberadaan TPAS Tanggan,” paparnya. (din/fer/dam)