24.1 C
Surakarta
Friday, 2 June 2023

Kerajinan Batu Obsidian dari Giriwoyo Diminati Pasar Jerman dan Swedia

RADARSOLO.ID-Kabupaten Wonogiri memiliki banyak potensi kelas internasional. Salah satunya kerajinan batu obsidian dari Kecamatan Giriwoyo. Saking apiknya, pasar di Jerman dan Swedia kesengsem.

Di masa pandemi lalu, pesanan dari luar negeri tetap membanjir. Walyono, 57, perajin batu obsidian asal Lingkungan Wates RT 02 RW 05 Kelurahan/Kecamatan Giriwoyo mengatakan, buyer dari luar negeri rutin memesan kerajian berbahan batu transparan tersebut. “Dua bulan sekali kirim ke Swedia dan Jerman,” ujarnya, Selasa (21/2/2023).

Batu obsidian dibentuk sesuai pesanan buyer. Antara lain kubus, bola, oval, dan diamond. Pasar di luar negeri, kata Waluyo, lebih menyukai kerajinan yang digarap secara manual dibandingkan cetakan mesin. Mereka menilai seninya lebih tinggi. “Lebih nyeni mungkin. Kebetulan kami masih menggunakan alat-alat manual,” katanya.

Batu obsidian setelah digosok dan siap dikirim ke luar negeri. (IWAN ADI LUHUNG/RADAR SOLO)

 

Sekali kirim kerajinan batu obsidian, Walyono bisa mengantongi omzet Rp 20 juta. Meski pagebluk korona, pesanan buyer tetap ada. Kerajinan tersebut dibanderol Rp 1.200 per millimeter.

Kerajinan batu obsidian dari Giriwoyo dikirim ke luar negeri dalam bentuk setengah jadi. Di sana, batu tersebut dipadukan dengan kerajinan perak. Contohnya, ditempatkan pada ikat alias emban cicin perak, kalung, serta perhiasan lainnya.

Sebelum menjalin kerja sama langsung dengan pembeli luar negeri, Walyono menyuplai pesanan dari pengusaha dalam negeri. Setelah dipadukan dengan kerajinan perak, pengusaha itu memasarkanya ke luar negeri.

“Dulu saya punya dua bapak asuh. Setelah mereka berhenti, kebetulan saya mendapat kenalan pengusaha perhiasan di luar negeri. Saya sempat dikirimi foto galerinya dan juga foto-foto batu mulia bikinan saya setelah jadi dan siap dipasarkan. Di sana harganya jauh lebih mahal,” urainya.

Dari mana mendapatkan keterampilan mengasah batu? Walyono mengatakan, selain karena bakat, juga hasil dari bekerja di Unit Bina Batu Mulia (Ubibam) Desa Sejati, Kecamatan Giriwoyo pada 1992-2004. Kini, Ubibam tidak ada lagi.

Selain melayani pesanan buyer luar negeri, Walyono juga melayani pesanan lokal, baik partai kecil atau partai besar. Adapun biaya untuk servis cutting dipatok tarif Rp 25 ribu, untuk servis batu mulia model polos Rp 15 ribu.

“Pemesan dari lokal yang sering itu dinas-dinas di Wonogiri untuk souvenir. Saya juga kerap dapat order dari Museum Sangiran, Sragen,” jelasnya.

Tantangannya selama ini adalah tenaga ahli untuk proses cutting batu. “Untuk menjadi tenaga ahli paling tidak butuh waktu satu tahun bekerja seperti ini. Soalnya cutting itu harus betul-betul sudah terampil dan teliti. Kalau sudah ahli, satu orang bisa mengerjakan sekitar 10 buah batu mulia dengan model cutting,” bebernya. (al/wa)

 






Reporter: Iwan Adi Luhung

RADARSOLO.ID-Kabupaten Wonogiri memiliki banyak potensi kelas internasional. Salah satunya kerajinan batu obsidian dari Kecamatan Giriwoyo. Saking apiknya, pasar di Jerman dan Swedia kesengsem.

Di masa pandemi lalu, pesanan dari luar negeri tetap membanjir. Walyono, 57, perajin batu obsidian asal Lingkungan Wates RT 02 RW 05 Kelurahan/Kecamatan Giriwoyo mengatakan, buyer dari luar negeri rutin memesan kerajian berbahan batu transparan tersebut. “Dua bulan sekali kirim ke Swedia dan Jerman,” ujarnya, Selasa (21/2/2023).

Batu obsidian dibentuk sesuai pesanan buyer. Antara lain kubus, bola, oval, dan diamond. Pasar di luar negeri, kata Waluyo, lebih menyukai kerajinan yang digarap secara manual dibandingkan cetakan mesin. Mereka menilai seninya lebih tinggi. “Lebih nyeni mungkin. Kebetulan kami masih menggunakan alat-alat manual,” katanya.

Batu obsidian setelah digosok dan siap dikirim ke luar negeri. (IWAN ADI LUHUNG/RADAR SOLO)

 

Sekali kirim kerajinan batu obsidian, Walyono bisa mengantongi omzet Rp 20 juta. Meski pagebluk korona, pesanan buyer tetap ada. Kerajinan tersebut dibanderol Rp 1.200 per millimeter.

Kerajinan batu obsidian dari Giriwoyo dikirim ke luar negeri dalam bentuk setengah jadi. Di sana, batu tersebut dipadukan dengan kerajinan perak. Contohnya, ditempatkan pada ikat alias emban cicin perak, kalung, serta perhiasan lainnya.

Sebelum menjalin kerja sama langsung dengan pembeli luar negeri, Walyono menyuplai pesanan dari pengusaha dalam negeri. Setelah dipadukan dengan kerajinan perak, pengusaha itu memasarkanya ke luar negeri.

“Dulu saya punya dua bapak asuh. Setelah mereka berhenti, kebetulan saya mendapat kenalan pengusaha perhiasan di luar negeri. Saya sempat dikirimi foto galerinya dan juga foto-foto batu mulia bikinan saya setelah jadi dan siap dipasarkan. Di sana harganya jauh lebih mahal,” urainya.

Dari mana mendapatkan keterampilan mengasah batu? Walyono mengatakan, selain karena bakat, juga hasil dari bekerja di Unit Bina Batu Mulia (Ubibam) Desa Sejati, Kecamatan Giriwoyo pada 1992-2004. Kini, Ubibam tidak ada lagi.

Selain melayani pesanan buyer luar negeri, Walyono juga melayani pesanan lokal, baik partai kecil atau partai besar. Adapun biaya untuk servis cutting dipatok tarif Rp 25 ribu, untuk servis batu mulia model polos Rp 15 ribu.

“Pemesan dari lokal yang sering itu dinas-dinas di Wonogiri untuk souvenir. Saya juga kerap dapat order dari Museum Sangiran, Sragen,” jelasnya.

Tantangannya selama ini adalah tenaga ahli untuk proses cutting batu. “Untuk menjadi tenaga ahli paling tidak butuh waktu satu tahun bekerja seperti ini. Soalnya cutting itu harus betul-betul sudah terampil dan teliti. Kalau sudah ahli, satu orang bisa mengerjakan sekitar 10 buah batu mulia dengan model cutting,” bebernya. (al/wa)

 






Reporter: Iwan Adi Luhung

Populer

Berita Terbaru

spot_img