WONOGIRI – Pemkab berupaya menyediakan akses pendidikan gratis. Namun, di lapangan, tidak sedikit anak putus sekolah. Ini mengundang keprihatinan Bupati Wonogiri Joko Sutopo.
Data yang diterima Bupati dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri, anak putus sekolah sebanyak 6.000 siswa. Jumlah tersebut belum diketahui secara pasti sejak kapan tercatat. Karena itu perlu dilakukan verifikasi ulang.
“Ini menjadi sebuah keprihatinan. Saat sekolah sudah gratis, seragam gratis, dan kami melahirkan program beasiswa,” terang Joko Sutopo di sela penyerahan surat keputusan (SK) guru yang lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di pendapa rumah dinas bupati, Senin (27/6).
Terkait penyebab anak putus, bupati menyebut salah satunya adalah kultur. Ada orang tua yang beranggapan sekolah tidak penting, yang penting bisa segera bekerja.
Joko Sutopo pernah terjun ke Kecamatan Kismantoro dan menemukan sebanyak 28 anak nyaris putus sekolah. Diketahui, problem yang ada bukan karena masalah biaya sekolah, namun pola piker tersebut.
“Setelah kami intervensi, kami ajak (melanjutkan pendidikan), akhirnya tinggal dua orang yang tidak lanjut. Itu ada yang dari SD mau ke SMP, ada juga yang dari SMP mau ke SMA. Tapi yang banyak dari SD ke SMP waktu itu. Nah, ini (penyebab) sembilan tahun pendidikan kan tidak terpenuhi,” urainya.
Sebab itu, pemikiran orang tua yang menjadi tantangan sosial dan harus diubah. Para guru bisa berkontribusi atas hal tersebut. “Para guru bisa menjadi agent of change di wilayah masing-masing untuk melakukan edukasi. Bukan kepada siswanya, tapi kepada orang tuanya,” beber Joko Sutopo.
Dengan adanya tambahan sumber daya manusia (SDM) baru sebagai guru, pemkab lebih tajam memutus angka putus sekolah. Melakukan pendekatan yang berbeda dalam menyelesaikan persoalan kultur.
Sementara itu, kemarin, 2.697 guru yang lolos seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) mendapatkan surat keputusan (SK) pengangkatan dari Bupati Joko Sutopo di pendapa rumah dinas bupati.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Wonogiri Joko Purwidyatmo mengatakan, mereka sebelumnya guru tidak tetap (GTT). “1.300 SK diserahkan Senin dan 1.397 SK diberikan Selasa (28/6),” ujarnya.
Data awal, ada sebanyak 2.698 GTT yang lolos seleksi PPPK. Namun, karena ada satu orang meninggal dunia, maka hanya 2.697 orang yang mendapatkan SK.
Widiyanto, salah seorang penerima SK PPPK yang juga penasihat forum guru dan tenaga kependidikan (FGTK) Wonogiri mengaku senang sekaligus terharu berhasil lolos PPPK di tahap satu dan dua.
“Sejak 2008 saya jadi guru honorer atau GTT di SDN 2 Krandegan Bulukerto. Ini nanti statusnya sudah bukan GTT lagi. Alhamdulillah jadi ASN PPPK,” terang dia.
Diakui Widiyanto, butuh jalan panjang memperjuangkan GTT. Pada 2011, para guru honorer di Kecamatan Bulukerto dan Purwantoro membentuk Forum Pembela Honorer Indonesia (FPHI). Saat ini sudah berkembang di seluruh kecamatan. Kini forum tersebut berubah menjadi FGTK.
Widiyanto dan rekan-rekannya berusaha menjalin komunikasi dengan stakeholder yang membidangi agar jati diri sebagai guru honorer bisa terwujud. Sebab pada saat itu status GTT kurang diakui.
“Kami berjuang lewat administrasi dulu, 2016 berhasil. Pada 2017 lolos memperoleh SK bupati. SK itu bisa menaungi kami. Paling tidak tidak bisa digunakan untuk mendaftar PPG (pendidikan profesi guru),” ungkap guru SDN 2 Krandegan Bulukerto.
Lebih lanjut diterangkan Widiyanto, awal menjadi guru honorer, dia mendapatkan upah Rp 150 ribu hingga Rp 250 ribu per bulan. Setelah ada SK bupati, para guru honorer mendapatkan insentif dari pemkab.
“Sudah ada dua kali kenaikan (honor). Awalnya Rp 300 ribu per bulan, kemudian naik jadi Rp 500 ribu. Terakhir saat pandemi naik menjadi Rp 725 ribu. Itu didapat setiap tiga bulan sekali,” ujarnya.
Dengan lolosnya ribuan GTT pada seleksi PPPK di tahap satu dan dua, Widi mengibaratkannya sebagai durian runtuh. Sebab, formasi yang disediakan sangat banyak.
Bupati Wonogiri Joko Sutopo berharap, para guru bisa membantu mengatasi permasalahan di bidang pendidikan. Di antaranya anak putus sekolah.
“Kami berharap guru tidak cuma mengajar atua mendidik anak-anak secara akademis. Tapi juga memberikan tata nilai, moralitas, sopan santun, dan aspek-aspek lainnya,” katanya.
Itu artinya, lanjut Joko Sutopo, guru memiliki peran vital mengatasi pergeseran perilaku sosial anak yang disebabkan banyak faktor. Antara lain pengarauh media sosial dan kemajuan teknologi.
Di lain sisi, tercatat sebanyak 621 GTT tak lolos seleksi PPPK tahap satu dan dua. Bupati mengaku sudah mengusulkan ke pusat untuk mengangkat mereka menjadi PPPK. (al/wa/dam)