23.2 C
Surakarta
Sunday, 2 April 2023

Referensi dari Manuskrip Kuno Mangkunegaran dan Kasunanan

Putri Listyandari, Angkat Aksara Jawa lewat Media Lukisan

RADARSOLO.ID – Keindahan aksara Jawa terpampang berbagai media karya Putri Listyandari. Mulai dari lilin, celengan, hingga payung. Kesan unik dan tradisional sangat kental.

MANNISA ELFIRASolo, Radar Solo

Beberapa orang berkerumun melihat berbagai ornamen home decor hingga payung. Bukan bentuknya yang menarik, tapi lukisan aksara jawa di benda itu yang menjadi pusat perhatian. Semua itu hasil tangan kreatif Putri Listyandari. Cukup unik, lantaran tak banyak orang yang mengangkat tema itu.

“Mayoritas memang aksara Jawa. Ini kan termasuk nguri-uri budaya Jawa,” katanya kepada Jawa Pos Radar Solo belum lama ini.

Terdapat 20 aksara Jawa dasar.  Mungkin kerap didengar, ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga. Tulisan dan kisah tanah Jawa melekat erat dengan tulisan tersebut. Itulah salah satu pendorong bagi Putri untuk fokus pada aksara Jawa. Memang agak berbeda. Sebab, di mana zaman sekarang mungkin mayoritas menggunakan tema yang lebih modern.

“Kalau saya itu sebenarnya suka lukis tapi tematik. Lukisannya memang ke batik dan lerik-lerik seperti itu. Aksara Jawa kan modelnya lengkung-lengkung, luwes. Jadi saya mengangkat aksara Jawa kemudia di-combine lukisan dekorasi,” tambahnya.

Soal pengaplikasian ke karya seni, itu bergantung dengan media. Media kecil seperti gerabah dalam bentuk tempat lilin dan celengan misalnya. Putri akan menambahkan tulisan simpel. Mungkin hanya per kata atau beberapa kata saja.

“Cuma ha na ca ka dan sebagainya saja. Contohnya seperti urip ini urup,” jelas perempuan kelahiran 21 Desember itu sambil memegang tempat lilinnya.

Setelah itu Putri menunjuk payung putih yang berada di bawahnya kala itu. “Ini kami balut dengan lukisan aksara Jawa di payung. Ini termasuk mandala tapi motifnya batik. Jadi kami combine tapi lebih mengangkat budaya Jawanya,” jelas perempuan berusia 50 tahun itu.

Putri Listyandari sang pembuat lukisan Aksara Jawa. (M. IHSAN/RADAR SOLO)

Tulisan-tulisan itu bukan tanpa arti. Jika di media lebar seperti payung, Putri kerap mengambil naskah kuno dari perpustakaan Pura Mangkunegaran dan beberapa dari juga Keraton Kasunanan. “Jadi ada maknanya sesuai dengan manuskrip,” tambahnya.

Payung itu sendiri menggunakan bahan katun tipis. Ada juga yang berasal dari kertas semen. Untuk tahap pelukisan, Putri menggenakan drawing pen, cat minyak, hingga cat akrilik. Semua tergantung kebutuhan.

“Tingkat kesulitan juga berbeda. Kalau drawing pen itu dua hari. Tapi kalau akrilik itu satu sampai dua minggu. Karena detail kecil saya harus hati-hati,” tambahnya.

Selain membuat karya, Putri juga buka kelas workshop. Tapi bukan untuk aksara Jawa.  Sebab, untuk pelatihan lukis aksara Jawa membutuhkan waktu yang lebih lama.

“Mereka harus mengenal dulu aksara Jawa-nya. Kemudian menyambung aksara ke kalimat kan tidak semudah a b c d. Jadi ada pasangan, patenan, ada huruf-huruf yang disambung bacanya seperti apa. Tapi kalau workshop aksara yang sudah dipolakan mungkin bisa dengan waktu singkat,” jelasnya.

Tapi ke depan dia akan gelar workshop bersama salah satu sekolah di eks Karisidenan Surakarta. (*/bun)

RADARSOLO.ID – Keindahan aksara Jawa terpampang berbagai media karya Putri Listyandari. Mulai dari lilin, celengan, hingga payung. Kesan unik dan tradisional sangat kental.

MANNISA ELFIRASolo, Radar Solo

Beberapa orang berkerumun melihat berbagai ornamen home decor hingga payung. Bukan bentuknya yang menarik, tapi lukisan aksara jawa di benda itu yang menjadi pusat perhatian. Semua itu hasil tangan kreatif Putri Listyandari. Cukup unik, lantaran tak banyak orang yang mengangkat tema itu.

“Mayoritas memang aksara Jawa. Ini kan termasuk nguri-uri budaya Jawa,” katanya kepada Jawa Pos Radar Solo belum lama ini.

Terdapat 20 aksara Jawa dasar.  Mungkin kerap didengar, ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga. Tulisan dan kisah tanah Jawa melekat erat dengan tulisan tersebut. Itulah salah satu pendorong bagi Putri untuk fokus pada aksara Jawa. Memang agak berbeda. Sebab, di mana zaman sekarang mungkin mayoritas menggunakan tema yang lebih modern.

“Kalau saya itu sebenarnya suka lukis tapi tematik. Lukisannya memang ke batik dan lerik-lerik seperti itu. Aksara Jawa kan modelnya lengkung-lengkung, luwes. Jadi saya mengangkat aksara Jawa kemudia di-combine lukisan dekorasi,” tambahnya.

Soal pengaplikasian ke karya seni, itu bergantung dengan media. Media kecil seperti gerabah dalam bentuk tempat lilin dan celengan misalnya. Putri akan menambahkan tulisan simpel. Mungkin hanya per kata atau beberapa kata saja.

“Cuma ha na ca ka dan sebagainya saja. Contohnya seperti urip ini urup,” jelas perempuan kelahiran 21 Desember itu sambil memegang tempat lilinnya.

Setelah itu Putri menunjuk payung putih yang berada di bawahnya kala itu. “Ini kami balut dengan lukisan aksara Jawa di payung. Ini termasuk mandala tapi motifnya batik. Jadi kami combine tapi lebih mengangkat budaya Jawanya,” jelas perempuan berusia 50 tahun itu.

Putri Listyandari sang pembuat lukisan Aksara Jawa. (M. IHSAN/RADAR SOLO)

Tulisan-tulisan itu bukan tanpa arti. Jika di media lebar seperti payung, Putri kerap mengambil naskah kuno dari perpustakaan Pura Mangkunegaran dan beberapa dari juga Keraton Kasunanan. “Jadi ada maknanya sesuai dengan manuskrip,” tambahnya.

Payung itu sendiri menggunakan bahan katun tipis. Ada juga yang berasal dari kertas semen. Untuk tahap pelukisan, Putri menggenakan drawing pen, cat minyak, hingga cat akrilik. Semua tergantung kebutuhan.

“Tingkat kesulitan juga berbeda. Kalau drawing pen itu dua hari. Tapi kalau akrilik itu satu sampai dua minggu. Karena detail kecil saya harus hati-hati,” tambahnya.

Selain membuat karya, Putri juga buka kelas workshop. Tapi bukan untuk aksara Jawa.  Sebab, untuk pelatihan lukis aksara Jawa membutuhkan waktu yang lebih lama.

“Mereka harus mengenal dulu aksara Jawa-nya. Kemudian menyambung aksara ke kalimat kan tidak semudah a b c d. Jadi ada pasangan, patenan, ada huruf-huruf yang disambung bacanya seperti apa. Tapi kalau workshop aksara yang sudah dipolakan mungkin bisa dengan waktu singkat,” jelasnya.

Tapi ke depan dia akan gelar workshop bersama salah satu sekolah di eks Karisidenan Surakarta. (*/bun)

Populer

Berita Terbaru

spot_img