Memiliki banyak anak tentu butuh perjuangan berat. Namun, Bandono, 56, penjaga sekolah berstatus aparatur sipil negara (ASN) ini tetap menerima sebagai takdir dan bekerja keras menghidupi keluarganya. Seperti apa kondisinya?
A. CHRISTIAN, Solo, Radar Solo
RUMAH dinas Bandono tidak terlalu luas. Berukuran 5 meter x 7 meter. Rumah ini dia tinggali bersama istrinya Nur Wigati, 50, sejak diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) pada 1990. Sebelumnya dia mengawali karir menjadi penjaga sekolah honorer di SDN Mijen, Jagalan, Jebres, sejak 1981.
Pasangan suami istri ini menikah pada 28 September 1988. Dan kini telah dikaruniai 15 anak. Tiga anak perempuan dan sisanya laki-laki. “Jaraknya setiap anak antara 1,5 sampai 2 tahun. Kini 12 anak saya sudah berkeluarga. Masih ada tiga yang tinggal bersama saya, dua SD dan satu SMP,” ujar Bandono ditemui di rumah dinasnya.
Anak pertamanya berjenis kelamin perempuan, lahir 1989. Selang setahun lahir anak keduanya. Kemudian diikuti anak-anak lainnya. “Dulu sempat punya kembar gampit (kembar laki-laki dan perempuan). Itu anak kelima dan keenam,” katanya.
Bandono mengaku tidak pernah merencanakan memiliki anak banyak. Dia dan sang istri juga sempat menjalankan program keluarga berencana (KB). Namun program tersebut tidak berhasil, malah anaknya terus bertambah. “Dulu pernah (ikut KB). Katanya yang ampuh pakai pil, tapi malah tidak cocok, istri saya pusing terus,” paparnya.
Bila dilihat dari garis keturunan, lanjut Bandono, bukan hanya dia yang memiliki anak dengan jumlah “bombastis”. Sang kakek pun memiliki 14 anak. Termasuk saudaranya 12 anak.
Lika-liku panjang dijalani Bandono untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. Selain menjadi penjaga sekolah, dia dulu sempat bekerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Tidak hanya Bandono yang membanting tulang, sang istri juga harus bekerja keras membantu ekonomi keluarga dengan berjualan makanan di kantin sekolah. Meski hidup pas-pasan, dia bersama istri terus memperjuangakan agar anak-anaknya tetap bersekolah.
Dua anaknya berhasil lulus SMA, sedangkan anak-anaknya yang lain hanya tamatan SD dan SMP. Jelang masa pensiunnya, perjuangan dia belum usai. Sebab, tiga anak terakhirnya masih sekolah. Satu SMP, dua masih kelas tiga dan lima SD.
“Alhamdulillah anak-anak saya sejak kecil sampai besar sehat. Harapan orang tua ya bisa menyekolahkan mereka sampai selesai. Meski banyak kendala, saya dan istri akan terus berjuang semampu kami,” tekad dia.
Kini 12 anaknya sudah berkeluarga. Hanya saat Lebaran semua anaknya bisa berkumpul di rumah dinasnya yang sudah puluhan tahun ditinggali selama dia menjadi penjaga sekolah. “Rasanya bahagia kalau mereka bisa kumpul semua,” ujarnya.
Kepala SDN Mijen Joko Santosa menuturkan, Bandono adalah sosok yang rajin dan bertanggung jawab. Setiap hari dia rutin membukakan pintu sekolah, menyapu halaman, membersihkan toilet, serta menyiram tanaman.
Tapi sejak jatuh sakit tiga bulan lalu, kinerja Bandono mulai menurun. Apalagi Bandono sempat dua kali menjalani rawat inap di rumah sakit. “Istrinya pun tidak lagi berjualan di kantin, lebih banyak di rumah. Tidak tahu alasannya apa,” terang dia..
Yang istimewa, Bandono pernah dijenguk oleh Iriana Joko Widodo (Jokowi) saat istri presiden itu masih menjabat sebagai ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kota Surakarta. Saat itu, Iriana Jokowi sedang berkunjung ke Jagalan, kemudian mendapat informasi ada pasutri yang memiliki banyak anak.
“Waktu itu, Bandono dan istri baru punya anak 10 orang. Tapi jumlah itu sudah masuk kategori banyak untuk ASN. Kemudian keluarga ini sempat mendapat perhatian dari Ibu Iriana. Tapi saya kurang tahu apa bentuknya,” ujarnya. (*/bun)