24.2 C
Surakarta
Tuesday, 30 May 2023

Mbah Wono, Belasan Tahun Berdakwah di Lingkungan “Keras”

KIPRAH Muhammad Suwono atau akrab dikenal Mbah Wono  dalam dunia dakwah tidak diragukan lagi. Membawa metode dakwah Islam rahmatan lil alamin dia melakukan pendekatan tanpa menghakimi.

SILVESTER KURNIAWAN, Solo, Radar Solo

Sudah 17 tahun pria berusia 60 tahun kelahiran Klaten ini berdakwah di wilayah Gilingan. Wilayah yang dulu dikenal memiliki kehidupan keras ini justru menjadi tantangan bagi Mbah Wono untuk berdakwah.

“Dulukan Gilingan itu dianggap jelek. Sejak 2004 saya berdakwah di sini. Saya keliling ke setiap RW di Kelurahan Gilingan. Dari 21 RW, saya sudah menyambangi 15 RW. Sampai saat ini bersama warga setempat sudah bisa mendirikan dua musala dan tiga masjid. Terbaru di Kampung Cindirejo Lor RT 01 RW 06 ini untuk membangun Masjid As-Syifa,” terang pria ini saat dihampiri Jawa Pos Radar Solo di lokasi yang baru saja rampung proses wakafnya itu.

Mbah Wono memiliki alasan khusus membangun rumah ibadah bagi umat muslim di lokasi itu. Sebab, di wilayah itu belun memiliki musala atau masjid dalam puluhan tahun terakhir. Bahkan di Kampung Cindirejo Lor RT 01 RW 06 itu belum memiliki masjid dalam 150 tahun terakhir.

“Awalnya lokasinya di sebelah, tetapi tidak jadi. Akhirnya yang punya tanah ini berkenan menjualnya. Waktu itu saya tidak punya uang, hanya mencoba mencari dukungan lewat pesan singkat. Tanpa disadari akhirnya dananya bisa terkumpul (bantuan para darmawan) dan tahun ini segera dibangun (masjid),” terang dia.

Perjalanan dakwah Mbah Wono pun tak selalu mulus. Awal berdakwah banyak yang nyinyir dan tidak suka. Bahkan caci maki sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kakek yang berjalannya pun sudah perlu dibantu ini.

“Mohon maaf, dulu waktu saya ke wilayah Gilingan itu banyak yang konsumsi miras, judi, dan lainnya. Tapi saya tidak menyentuh itu. Tidak menyalahkan atau menjelekkan. Tapi hanya mengajak masyarakat untuk beribadah. Ya cacian itu biasa, saya dibilang penipu, dibilang dari aliran keras, teroris. Pernah juga digebuk kayu, dilempar batu, dan masih banyak lagi. Tapi akhirnya masyarakat bisa menerima cara berdakwah saya ini,” terang Mbah Wono.

Dalam berdakwah, Mbah Wono memiliki tiga cara utama untuk mendekati warga setempat. Pertama metode kebersihan. Dia biasa menyapu jalan hingga membersihkan latar rumah-rumah warga. Tindakan itu membuat dia mulai diperhatikan.

Setelah mendapat perhatian warga, barulah dia menjalankan metode keduanya dengan cara berbagi makanan. Hidangan yang ditawarkan pada warga pun tidak mewah, hanya sekadar bubur untuk dibagikan kepada masyarakat. Setelah itu baru dia rutin bakti sosial dengan membagikan barang-barang sederhana dan kebutuhan harian.

“Mulainya dari hal sederhana, kalau ada anak-anak yang sekolah saya doakan waktu mereka mau berangkat, terus memulai pengajian dari taman depan Terminal Tirtonadi,” jelas dia.

Cara dakwah yang mengenalkan rahmatan lil alamin pun diterima oleh masyarakat Gilingan. Termasuk warga nonmuslim. Terbukti, mereka menerima rencana pembangunan masjid dan musola di sini.

Di luar masalah pembangunan rumah ibadah bagi kaum muslim, Mbah Wono mengapresiasi tinggi kerukunan antarumat beragama di Gilingan. Dia berharap ke depan kehidupan warga Gilingan bisa lebih baik dari kesehatan, pendidikan, perekonomian, hingga sosial.

“Saya punya keinginan Gilingan harus lebih maju. Baik dalam segi peribadatan Islam maupun agama lain. Dan tetap terjaga kerukunan antarwarganya,” tutur dia. (*/bun)

KIPRAH Muhammad Suwono atau akrab dikenal Mbah Wono  dalam dunia dakwah tidak diragukan lagi. Membawa metode dakwah Islam rahmatan lil alamin dia melakukan pendekatan tanpa menghakimi.

SILVESTER KURNIAWAN, Solo, Radar Solo

Sudah 17 tahun pria berusia 60 tahun kelahiran Klaten ini berdakwah di wilayah Gilingan. Wilayah yang dulu dikenal memiliki kehidupan keras ini justru menjadi tantangan bagi Mbah Wono untuk berdakwah.

“Dulukan Gilingan itu dianggap jelek. Sejak 2004 saya berdakwah di sini. Saya keliling ke setiap RW di Kelurahan Gilingan. Dari 21 RW, saya sudah menyambangi 15 RW. Sampai saat ini bersama warga setempat sudah bisa mendirikan dua musala dan tiga masjid. Terbaru di Kampung Cindirejo Lor RT 01 RW 06 ini untuk membangun Masjid As-Syifa,” terang pria ini saat dihampiri Jawa Pos Radar Solo di lokasi yang baru saja rampung proses wakafnya itu.

Mbah Wono memiliki alasan khusus membangun rumah ibadah bagi umat muslim di lokasi itu. Sebab, di wilayah itu belun memiliki musala atau masjid dalam puluhan tahun terakhir. Bahkan di Kampung Cindirejo Lor RT 01 RW 06 itu belum memiliki masjid dalam 150 tahun terakhir.

“Awalnya lokasinya di sebelah, tetapi tidak jadi. Akhirnya yang punya tanah ini berkenan menjualnya. Waktu itu saya tidak punya uang, hanya mencoba mencari dukungan lewat pesan singkat. Tanpa disadari akhirnya dananya bisa terkumpul (bantuan para darmawan) dan tahun ini segera dibangun (masjid),” terang dia.

Perjalanan dakwah Mbah Wono pun tak selalu mulus. Awal berdakwah banyak yang nyinyir dan tidak suka. Bahkan caci maki sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kakek yang berjalannya pun sudah perlu dibantu ini.

“Mohon maaf, dulu waktu saya ke wilayah Gilingan itu banyak yang konsumsi miras, judi, dan lainnya. Tapi saya tidak menyentuh itu. Tidak menyalahkan atau menjelekkan. Tapi hanya mengajak masyarakat untuk beribadah. Ya cacian itu biasa, saya dibilang penipu, dibilang dari aliran keras, teroris. Pernah juga digebuk kayu, dilempar batu, dan masih banyak lagi. Tapi akhirnya masyarakat bisa menerima cara berdakwah saya ini,” terang Mbah Wono.

Dalam berdakwah, Mbah Wono memiliki tiga cara utama untuk mendekati warga setempat. Pertama metode kebersihan. Dia biasa menyapu jalan hingga membersihkan latar rumah-rumah warga. Tindakan itu membuat dia mulai diperhatikan.

Setelah mendapat perhatian warga, barulah dia menjalankan metode keduanya dengan cara berbagi makanan. Hidangan yang ditawarkan pada warga pun tidak mewah, hanya sekadar bubur untuk dibagikan kepada masyarakat. Setelah itu baru dia rutin bakti sosial dengan membagikan barang-barang sederhana dan kebutuhan harian.

“Mulainya dari hal sederhana, kalau ada anak-anak yang sekolah saya doakan waktu mereka mau berangkat, terus memulai pengajian dari taman depan Terminal Tirtonadi,” jelas dia.

Cara dakwah yang mengenalkan rahmatan lil alamin pun diterima oleh masyarakat Gilingan. Termasuk warga nonmuslim. Terbukti, mereka menerima rencana pembangunan masjid dan musola di sini.

Di luar masalah pembangunan rumah ibadah bagi kaum muslim, Mbah Wono mengapresiasi tinggi kerukunan antarumat beragama di Gilingan. Dia berharap ke depan kehidupan warga Gilingan bisa lebih baik dari kesehatan, pendidikan, perekonomian, hingga sosial.

“Saya punya keinginan Gilingan harus lebih maju. Baik dalam segi peribadatan Islam maupun agama lain. Dan tetap terjaga kerukunan antarwarganya,” tutur dia. (*/bun)

Populer

Berita Terbaru

spot_img