RADARSOLO.COM – Musim haji tahun ini sangat istimewa bagi Sri Suharto. Seorang juru parkir di kawasan Mangkubumen, Banjarsari, Solo, ini akhirnya memenuhi panggilan Allah datang ke Tanah Suci. Setelah mengumpulkan uang hasil parkir selama berpuluh-puluh tahun.
SEPTINA FADIA PUTRI, Solo, Radar Solo
Seorang pria berseragam biru muda dengan topi di kepala sedang memberi aba-aba kepada pengendara roda empat yang mau parkir di bahu jalan di kawasan Mangkubumen kemarin. Tak peduli terik sinar matahari, dia begitu sigap begitu ada mobil datang mencari lokasi parkir.
Ya, Sri Suharto sangat bahagia. Jerih payahnya menyisihkan uang dari hasil parkir mengantarkan dia menunaikan ibadah haji tahun ini. Sebenarnya dia sudah berangkat haji sejak tahun lalu bersama sang istri, Suminem. Sayangnya, musim haji tahun lalu masih dalam situasi pandemi Covid-19. Ada pembatasan usia calon jamaah haji yang diizinkan berangkat. Maksimal 65 tahun. Alhasil, Sri Suharto yang tahun lalu berusia 68 tahun, harus sabar menunda keberangkatannya.
“Istri saya tetap berangkat tahun lalu. Usianya memenuhi syarat, 57 tahun. Waktu itu, istri saya khawatir. Karena berangkat sendiri tanpa saya. Tapi saya tegaskan. ‘Wis, ora usah khawatir. Tak dongake. Kowe kudu mangkat. Karena ini panggilan Gusti Allah. Tenang wae. Mesti enek kancane mengko ning kono. Bismillah’ Saya bilang begitu,” ungkap pria berusia 69 tahun ini.
Sri Suharto dan istri mendaftarkan haji pada 2011. Bermodalkan hasil tabungan sejak 1985. Kala itu, Sri Suharto dan istri mampu membayar Rp 50 juta untuk dua orang. Masing-masing Rp 25 juta. Kemudian tahun lalu, saat sang istri akan berangkat, diminta melunasi biayanya. Total menjadi Rp 39 juta per orang. Dari mana uangnya?
“Saya nabung dari dulu. Dari hasil parkir. Kalau dulu, saya jadi tukang parkir di siang hari. Malamnya, saya mbecak. Sekarang becak sudah gak laku. Kalah sama ojek online,” ujar pria kelahiran 30 Mei 1954 ini.
Pada zamannya, Sri Suharto bisa menyetor uang tabungan di bank sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Maklum, dulu kondisi parkir masih baik. Sri Suharto mampu mengantongi sampai Rp 100 ribu tiap harinya. Tapi jumlah itu tidak menentu. Tak jarang Sri Suharto hanya dapat Rp 25 ribu atau paling banyak Rp 50 ribu per hari.
“Saya sejak 1985 sudah jadi jukir. Awalnya parkir di depan SMA Muhammadiyah 2. Kemudian karena aturannya sekolah harus parkir di dalam gedung, jadi saya pindah di sekitaran sini saja. Sudah lama juga. Sebelum korona, saya bekerja dari pukul 10.00 sampai 17.00. Bisa dapat Rp 50 ribu. Setelah korona, sehari mungkin dapat Rp 35 ribu,” kenang ayah dua anak ini.
Sri Suharto berkisah keinginannya berangkat haji sudah sejak lama. Bahkan sejak dia duduk di bangku kelas 1 SD. Sambil terisak, Sri Suharto menceritakan kisah masa lalunya. Dia sudah tidak memiliki orang tua. Sri Suharto kecil hidup bersama sang nenek. Kehidupannya yang sulit banyak terbantu oleh pertolongan orang-orang baik di sekitarnya.
“Saya sekolah dari SD sampai SMP itu dibiayai oleh kepala sekolah SD saya. Saya kan sering lihat teman-teman saya sekolah. Saya intip dari pintu. Terus kepala sekolah SD itu tanya ke saya. ‘Rumahnya mana? Orang tuanya mana? Mau sekolah?’. Ya saya jawab mau, tapi tidak punya biaya. Makan saja minta tetangga,” bebernya sambil menahan tangis.
Kisah hidupnya yang berat ini membuat dia bertekad sebisa mungkin memenuhi Rukun Islam kelima. Apapun yang terjadi, Sri Suharto sudah membulatkan niat menabung untuk berangkat haji. Meski sedikit, tapi jika dilakukan konsisten, dia optimistis bakal dimudahkan dan dilancarkan oleh Allah.
“Alhamdulillah saya mencari rezeki tidak pernah sakit. Saya kumpulkan uangnya, saya kasih istri saya. Saya niati bersama istri. Memang istri sempat pesimistis. Karena hasilnya tidak seberapa, kapan bisa terkumpul untuk berangkat haji? Untung istri saya sangat pengertian, bisa mengatur keuangan. Istri saya itu ibu rumah tangga,” sambungnya.
Sri Suharto mengaku tidak mengalami kendala dan tantangan yang berarti selama mengumpulkan tabungan untuk haji. Kuncinya, konsisten. Dapat uang berapapun, dia setor ke istri. Setiap bulan dibawa ke bank. “Saya wanti-wanti ke istri saya. ‘Sing ngati-ati njogo duite’. Alhamdulillah tercapai juga tabungannya sampaikan sekarang,” imbuhnya.
Di Tanah Suci nanti, dia bakal memanjatkan banyak doa. Doa terpenting adalah dirinya sekeluarga selalu sehat dan senantiasa diberikan rezeki yang halal. Tak lupa berdoa agar diundang lagi ke Makkah menjalankan ibadah umrah. (*/bun)