RADARSOLO.ID – Untuk kali pertama, Kelurahan Karangasem, Laweyan memberanikan diri menggelar sendratari ketoprak yang melibatkan warga setempat sebagai pemainnya. Tak tanggung-tanggung, sendratari ketoprak ini dimainkan secara kolosal melibatkan 80 pemain. Seluruhnya adalah pemain amatir alias belum pernah bermain seni peran dan tari.
SEPTINA FADIA PUTRI, Solo, Radar Solo.
Akhir pekan lalu, Kelurahan Karangasem, Kecamatan Laweyan menggelar sendratari ketoprak bertajuk Karangasem Sengsem. Lakonnya mengangkat kisah sejarah terbentuknya nama-nama kampung di kelurahan setempat. Sendratari ketoprak diawali dengan sekelompok anak-anak muda yang sedang dolanan bocah. Salah seorang bernama Bedor. Dia tokoh utama dalam sendratari ketoprak ini.
Di tengah-tengah dolanan bocah bersama teman-temannya, Bedor ingin buang air kecil. Lantaran tak menemukan tempat untuk membuat hajatnya. Bedor akhirnya memilih kencing di bawah pohon Kleco yang rindang. Pohon itu adalah ikon Kelurahan Karangasem yang menjadi nama salah satu kampung di sana.
Saat tengah asyik menuntaskan buang hajatnya, Bedor dikejutkan dengan kehadiran sesosok kakek tua bernama Mbah Kleco. Bedor diingatkan agar tidak sembarangan mengotori pohon Kleco. Sebab, pohon itu jadi saksi susah payah para pejuang tanah air memperebutkan kemerdekaan dari jajahan kompeni Belanda.
Mbah Kleco kemudian meminta Bedor memanggil teman-temannya untuk mendengar dongeng sejarah terbentuknya Karangasem lengkap dengan nama-nama kampung di dalamnya. Sendratari ketoprak pun dilanjutkan dengan banyak adegan yang dimainkan oleh puluhan pemain. Tak hanya menonjolkan dialog sebagai penguat cerita. Para pemain juga menari dan melakukan atraksi.
Jika sendratari ketoprak ini dimainkan oleh seniman profesional, penonton tidak perlu heran. Memang jam terbang yang tinggi bikin pertunjukan semakin hidup. Tapi uniknya, sendratari ketoprak ini diperankan oleh warga kelurahan setempat. Alias pemain amatir yang belum pernah sama sekali tampil bermain peran di atas panggung. Bahkan durasi latihannya kurang dari sebulan. Hanya 20 hari saja.
“Iya, ini pertama kali saya main sendratari ketoprak. Tapi alhamdulillah tidak ada kesulitan. Saya di sini berperan sebagai setan. Perannya, tidak ada dialog. Hanya menari. Nah, tugas saya menghapal gerakan tarian saja,” ungkap Ibragahtan Setiawan, salah seorang pemuda di Kelurahan Karangasem yang ikut ambil bagian dalam sendratari ketoprak.
Dia dipilih berperan menjadi setan karena badannya yang tinggi dan besar. Cocok memerankan tokoh yang seram. Pemuda yang akrab disapa Ibra ini mengaku, ini perdana dia bermain sendratari ketoprak. Sebelumnya, memang sering naik ke atas panggung. Tapi biasanya tampil bersama kelompok hadrah.
“Kalau sekarang kan saya harus menari. Sebenarnya tidak sulit sih. Tinggal latihan terus sampai hapal gerakannya. Tapi kalau ditanya grogi apa tidak, alhamdulillah saya sudah biasa tampil di atas panggung,” ujarnya.
Setiap hari Ibra latihan pukul 16.00 sampai 18.00 dengan teman-temannya yang sama-sama berperan sebagai setan. Di waktu yang bersamaan, ada tokoh lain yang juga berlatih. Ada Binsar, pemeran Bedor. Dalam sendratari ketoprak ini, Binsar punya banyak dialog yang harus disampaikan. Dia menjadi tokoh utama dalam sendratari ketoprak ini.
“Nah, untungnya, dari pelatih membebaskan kami para pemain yang berdialog agar bisa improvisasi. Yang penting kami tahu maksud dari dialog ini apa. Jadi kami tidak terpaku oleh naskah. Biar kalau tiba-tiba kelupaan tidak shock. Jadi tetap bisa mengalir,” bebernya.
Jauh sebelum latihan, Binsar dan pemain lainnya yang berdialog wajib membaca naskah ceritanya terlebih dulu. Dalam proses reading ini, para pemain harus memahami alur cerita yang akan dibawakan. Jika sudah paham, otomatis dialog yang disampaikan tidak terlalu sulit. Apalagi kalau mendadak nge-blank di atas panggung.
“Cara ini sukses bikin kami tidak merasa terbebani oleh dialog dalam sendratari ketoprak. Jadi seperti ngobrol biasa saja,” sambungnya.
Strategi ini terbukti jitu membuat para pemain merasa percaya diri. Pelatih sekaligus sutradara, Dhestian Wahyu Setiaji adalah sosok penting yang bertangan dingin mengatur puluhan pemain amatir dalam sendratari ketoprak ini. Baginya, tidak ada kesulitan yang berarti saat melatih mereka. Hanya saja, keterbatasan waktu latihan yang berbenturan dengan aktivitas pemain jadi kendala.
“Para pemain ini kan kegiatannya banyak. Ada yang sekolah, ada yang kerja. Karena tidak hanya pemuda yang bermain. Anak-anak sampai lansia juga. Tapi antusiasme mereka untuk latihan sangat tinggi. Jadi mereka mudah memahami peran. Padahal latihannya cuman 20 hari saja,” jelasnya.
Nah, karena pemainnya awam, Dhestian mengaku tantangannya harus pandai mencari gerakan tarian yang tidak terlalu sulit. Agar para pemain bisa mudah menghapal dan mengikuti. Dhestian harus mencari gerakan yang tidak terlalu rumit. Sehingga para pemain tidak merasa terpaksa.
“Kalau dipaksakan, waktu latihannya pendek, malah hasilnya tidak baik. Jadi lebih baik mereka enjoy melakukan tarian. Tidak terlalu menyusahkan. Menghapalkan mudah. Apalagi ada lansia juga yang mungkin kesulitan menghapal gerakan,” sambungnya.
Dhestian mengaku senang melatih sendratari ketoprak di tingkat kelurahan semacam ini. Menurutnya, kegiatan ini wajib didukung. Disengkuyung. Sebab, event besar pasti berawal dari event kecil seperti di Kelurahan Karangasem ini. Dari sinilah, bisa memunculkan potensi warga setempat yang mereka miliki.
“Kan jadi ketahuan, ternyata ada anak yang bisa menari. Bisa diarahkan ikut sanggar. Jadi event semacam ini yang penting memggali potensi di masyarakat. Kemudian bisa dikembangkan jadi salah satu kebanggaan buat daerahnya,” pungkasnya. (*/bun)