29.3 C
Surakarta
Saturday, 10 June 2023

UMKM Wayang Kulit Tembus Pasar Global Berkat Transformasi Digital

Perubahan pola konsumsi masyarakat dari sistem konvensional ke sistem transaksi digital tak jarang membuat pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kewalahan. Untuk itu, negara ikut ambil bagian guna memastikan UMKM turut bertransformasi di era ekonomi digital. Lebih-lebih tahun 2022 ini Indonesia menjadi tuan rumah Presidensi G20.

Silvester Kurniawan, SOLO

BUTUH dari sekadar keberuntungan alias lucky agar sukses dalam berwirausaha. Itulah yang diyakini Margono, 43. Ada faktor lain yang menjadi penentu keberhasilan, mulai dari infrastruktur yang mendukung, regulasi berkesinambungan, serta kesempatan yang diberikan pada pelaku UMKM.

“Kemampuan bisa diasah, pengalaman bisa dicari, tapi kalau pemerintah tidak suport ya sama saja. Zaman dulu mengurus izin usaha butuh 2-3 hari, kalau sekarang hanya hitungan menit langsung jadi. Sekarang ini apa-apa mudah, asal mau belajar dan terbuka dengan hal baru,” tutur pria yang akrab disapa Gogon itu pada Jawa Pos Radar Solo, Kamis (20/10).

Gogon sangat piawai dalam membuat kerajinan wayang kulit. Pantas saja, sebab sejak kecil dia rutin membantu keluarga untuk membuat wayang. Rutinitas ini yang mendorong dirinya untuk serius menekuni usaha sebagai produsen wayang kulit.

Impian itu akhirnya terwujud dengan mendirikan industri kecil menengah (IKM) pada 2008 lalu, yang kini dikenal dengan sebutan IKM Sawago.

“Saya asli Wonogiri, sengaja sekolah ke Solo untuk masuk Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR, kini SMKN 9 Solo), lalu kuliah di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (kini jadi ISI) Jurusan Seni Pedalangan. Saya masuk ISI dengan misi untuk membuat jaringan agar saat mulai membuat wayang ada wadah yang bisa dituju untuk menjual produk saya ini,” terang Gogon.

Planning yang dibuat Gogon itu memang jitu. Setelah lulus kuliah pada 2007, pesanan yang datang kepadanya kian banyak. “Kemudian pada 2008 saya putuskan mengurus legalitas untuk membuat sanggar produksi wayang ini,” jelas Gogon.

Bermodal legalitas sebagai pelaku usaha, Gogon makin banyak terima pesanan. Beruntung, dirinya sudah memiliki tempat yang bisa digunakan sebagai rumah produksi wayang kulit kreasinya. Dari yang awalnya mengerjakan sendiri, sejak itu Gogon mulai memperkerjakan orang untuk ikut ambil bagian di bawah bendera IKM Sawago.

“Mungkin orang melihat sekarang sudah enak, banyak pesanan, perajinnya banyak, sering diajak ikut pameran, dan sebagainya. Di balik itu ada perjuangannya panjang agar selamat sampai titik ini,” ucap dia.

Salah satu momen yang menjadi ujian berat Gogon adalah saat pandemi Covid-19. Kala itu, usahanya benar-benar sepi pesanan, sehingga banyak perajin yang menganggur.

“Saya tidak bisa memberdayakan perajin-perajin. Dari puluhan orang perajin yang bertahan hanya tinggal 15 orang sampai saat ini,” kata pria yang karyanya dijadikan souvenir resmi di ajang Presidensi G20 Indonesia yang dihelat di Kota Solo pada akhir Maret 2022 lalu.

Gogon optimistis usahanya bisa berkembang lebih pesat. Apalagi karena pemerintah telah menyiapkan support system yang sedemikian lengkap di era transformasi ekonomi digital seperti sekarang ini. Kini pelaku usaha dimudahkan karena bisa menjangkau pasar yang lebih luas dengan transaksi yang sedemikian cepat melalui digital platform.

“Sekarang ini kan semuanya serba digital, kalau mau apa-apa sudah pakai internet. Walau agak kikuk, ya harus bisa menyesuaikan. Saat ini saya dibantu anak dan istri karena mereka yang lebih paham tentang internet, mereka bantu pengajuan izin, bantu promosinya di media sosial, bantu transaksi lewat marketplace. Paling tidak penjualan produk-produk saya ikut meningkat, khususnya untuk aksesoris dan souvenir wayangnya,” papar Gogon.

Berkat penjualan online juga, ekspor yang dilakukan Gogon kian berkembang. Kalau dulu dia hanya ekspor wayang kulit, sekarang beragam souvenirnya juga bisa dipromosikan lebih luas, bahkan beberapa kali menerima pesanan dari pasar luar negeri.

Kemudahan yang ditawarkan oleh sistem serbadigital ini juga ditemui  lewat berbagai layanan dan fasilitas dari pemerintah. Dikatakan Gogon, regulasi dan pelayanan yang diberikan pemerintah kini makin ramah untuk masyarakat.  Pelaku UMKM dimudahkan kala mengurus berbagai persyaratan dan legalitas usaha maupun mengakses beragam program pemerintah.

“Kemarin saya buat NIB (Nomor Induk Berusaha) cuma 15 menit langsung jadi. Sebetulnya bisa langsung dilakukan dari rumah lewat online, tapi karena kurang paham internet akhirnya saya ke Dinkop UKM (Dinas Koperasi dan UKM) Solo. Di sana langsung dilayani petugas. Kalau dulu kan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), sekarang jadi NIB ini. Caranya mudah tinggal masuk lewat OSS (Online Single Submission) Berbasis Risiko. Kalau bingung ada yang membantu, dan yang penting gratis,” beber dia.






Reporter: Silvester Kurniawan

Perubahan pola konsumsi masyarakat dari sistem konvensional ke sistem transaksi digital tak jarang membuat pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kewalahan. Untuk itu, negara ikut ambil bagian guna memastikan UMKM turut bertransformasi di era ekonomi digital. Lebih-lebih tahun 2022 ini Indonesia menjadi tuan rumah Presidensi G20.

Silvester Kurniawan, SOLO

BUTUH dari sekadar keberuntungan alias lucky agar sukses dalam berwirausaha. Itulah yang diyakini Margono, 43. Ada faktor lain yang menjadi penentu keberhasilan, mulai dari infrastruktur yang mendukung, regulasi berkesinambungan, serta kesempatan yang diberikan pada pelaku UMKM.

“Kemampuan bisa diasah, pengalaman bisa dicari, tapi kalau pemerintah tidak suport ya sama saja. Zaman dulu mengurus izin usaha butuh 2-3 hari, kalau sekarang hanya hitungan menit langsung jadi. Sekarang ini apa-apa mudah, asal mau belajar dan terbuka dengan hal baru,” tutur pria yang akrab disapa Gogon itu pada Jawa Pos Radar Solo, Kamis (20/10).

Gogon sangat piawai dalam membuat kerajinan wayang kulit. Pantas saja, sebab sejak kecil dia rutin membantu keluarga untuk membuat wayang. Rutinitas ini yang mendorong dirinya untuk serius menekuni usaha sebagai produsen wayang kulit.

Impian itu akhirnya terwujud dengan mendirikan industri kecil menengah (IKM) pada 2008 lalu, yang kini dikenal dengan sebutan IKM Sawago.

“Saya asli Wonogiri, sengaja sekolah ke Solo untuk masuk Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR, kini SMKN 9 Solo), lalu kuliah di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (kini jadi ISI) Jurusan Seni Pedalangan. Saya masuk ISI dengan misi untuk membuat jaringan agar saat mulai membuat wayang ada wadah yang bisa dituju untuk menjual produk saya ini,” terang Gogon.

Planning yang dibuat Gogon itu memang jitu. Setelah lulus kuliah pada 2007, pesanan yang datang kepadanya kian banyak. “Kemudian pada 2008 saya putuskan mengurus legalitas untuk membuat sanggar produksi wayang ini,” jelas Gogon.

Bermodal legalitas sebagai pelaku usaha, Gogon makin banyak terima pesanan. Beruntung, dirinya sudah memiliki tempat yang bisa digunakan sebagai rumah produksi wayang kulit kreasinya. Dari yang awalnya mengerjakan sendiri, sejak itu Gogon mulai memperkerjakan orang untuk ikut ambil bagian di bawah bendera IKM Sawago.

“Mungkin orang melihat sekarang sudah enak, banyak pesanan, perajinnya banyak, sering diajak ikut pameran, dan sebagainya. Di balik itu ada perjuangannya panjang agar selamat sampai titik ini,” ucap dia.

Salah satu momen yang menjadi ujian berat Gogon adalah saat pandemi Covid-19. Kala itu, usahanya benar-benar sepi pesanan, sehingga banyak perajin yang menganggur.

“Saya tidak bisa memberdayakan perajin-perajin. Dari puluhan orang perajin yang bertahan hanya tinggal 15 orang sampai saat ini,” kata pria yang karyanya dijadikan souvenir resmi di ajang Presidensi G20 Indonesia yang dihelat di Kota Solo pada akhir Maret 2022 lalu.

Gogon optimistis usahanya bisa berkembang lebih pesat. Apalagi karena pemerintah telah menyiapkan support system yang sedemikian lengkap di era transformasi ekonomi digital seperti sekarang ini. Kini pelaku usaha dimudahkan karena bisa menjangkau pasar yang lebih luas dengan transaksi yang sedemikian cepat melalui digital platform.

“Sekarang ini kan semuanya serba digital, kalau mau apa-apa sudah pakai internet. Walau agak kikuk, ya harus bisa menyesuaikan. Saat ini saya dibantu anak dan istri karena mereka yang lebih paham tentang internet, mereka bantu pengajuan izin, bantu promosinya di media sosial, bantu transaksi lewat marketplace. Paling tidak penjualan produk-produk saya ikut meningkat, khususnya untuk aksesoris dan souvenir wayangnya,” papar Gogon.

Berkat penjualan online juga, ekspor yang dilakukan Gogon kian berkembang. Kalau dulu dia hanya ekspor wayang kulit, sekarang beragam souvenirnya juga bisa dipromosikan lebih luas, bahkan beberapa kali menerima pesanan dari pasar luar negeri.

Kemudahan yang ditawarkan oleh sistem serbadigital ini juga ditemui  lewat berbagai layanan dan fasilitas dari pemerintah. Dikatakan Gogon, regulasi dan pelayanan yang diberikan pemerintah kini makin ramah untuk masyarakat.  Pelaku UMKM dimudahkan kala mengurus berbagai persyaratan dan legalitas usaha maupun mengakses beragam program pemerintah.

“Kemarin saya buat NIB (Nomor Induk Berusaha) cuma 15 menit langsung jadi. Sebetulnya bisa langsung dilakukan dari rumah lewat online, tapi karena kurang paham internet akhirnya saya ke Dinkop UKM (Dinas Koperasi dan UKM) Solo. Di sana langsung dilayani petugas. Kalau dulu kan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), sekarang jadi NIB ini. Caranya mudah tinggal masuk lewat OSS (Online Single Submission) Berbasis Risiko. Kalau bingung ada yang membantu, dan yang penting gratis,” beber dia.






Reporter: Silvester Kurniawan

Populer

Berita Terbaru

spot_img