25.2 C
Surakarta
Thursday, 1 June 2023

Rajin Ikut Pelatihan, Lies Herawati Bisa Bangun Usaha Kerajinan Bosara di Makassar

RADARSOLO.ID-Pelatihan keterampilan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memberikan manfaat yang positif untuk pelaku usaha agar semakin maju sekaligus menginspirasi masyarakat. Hal itulah yang dirasakan Lies Herawati, 54, warga Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan dengan membuka usaha kerajinan bosara dan tudung saji pada 2019.

Bosara adalah sebutan dalam bahasa Bugis-Makassar untuk wadah yang digunakan menyajikan kue dalam sebuah hajatan atau adat suku Bugis-Makassar, seperti pada acara pesta pernikahan, syukuran, maupun acara seremonial lainnya yang menjadi tradisi masyarakat setempat.

“Awal mulanya saya mengikuti kegiatan di lembaga pelatihan kerja, kemudian kegiatannya memang khusus pembuatan bosara dan tudung saji. Saya buat, dan saya lihat bagus prospeknya, karena yang saya buat itu selalu dibutuhkan untuk acara lamaran atau pernikahan,” katanya.

Setelah akhirnya bisa memproduksi bosara dan tudung saji secara mandiri, Lies memberanikan diri menjual kerajinan tersebut secara online melalui media sosial, yakni WhatsApp hingga Facebook. Ternyata ada pembeli yang berminat dengan usaha kerajinannya.

Lies pun senang karena sudah mulai masuk pesanan. Namun saat itu dia terkendala dengan modal. Kendati begitu, tidak pendek akal, akhirnya dia berani mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke BRI dengan nominal Rp 15 juta.

Setelah disetujui BRI, Lies kembali memproduksi kerajinan bosara dan tudung saji berbekal modal untuk membeli alat dan bahan baku. Seiring berjalannya waktu, Lies menambah pinjaman KUR di BRI menjadi Rp 50 juta.

Berkat bantuan KUR dari BRI, usaha kerajinan bosara dan tudung sajinya semakin berkembang. Bahkan, pesanan dari luar kota, seperti dari Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Kalimantan juga berdatangan.

Untuk pemasaran, perempuan asal Makassar ini memilih tidak melakukan konsinyasi alias tidak menitipkan kerajinan di sentra oleh-oleh atau di toko orang lain. Dia merasa lebih baik memasarkan langsung karena bisa mendapatkan penghasilan lebih besar.

Seiring waktu, kendala tidak hanya muncul dari segi pembiayaan, persaingan usaha kian ketat. Lies mengungkapkan, banyak saingan yang membuat kerajinan serupa namun dengan harga murah.

“Kelebihan produk saya, mutunya. Bahan baku juga tidak abal-abal, dan dari segi kekuatan lebih kuat dan cara jahitnya lebih rapi, itu yang membedakan,” ujarnya.

Beban kian berat ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, usahanya juga terdampak. Itu ketika pemerintah melarang pengadaan pesta lamaran maupun pernikahan. Padahal, usaha milik Lies sangat bergantung pada momen-momen tersebut.

“Waktu Covid-19, dilarang menggelar pesta. Otomatis cukup ngaruh. Tapi saya minimalkan pindah usaha dulu ke makanan. Alhamdulillah ada saja (penghasilan),” ujarnya.

Tuai Hasil

Meski memutuskan menjalankan usaha mandiri, Lies kerap membuka lowongan kerja kepada tetangga sekitarnya ketika banyak pesanan untuk membantu produksi.

Pesanan terbanyak yang pernah Lies terima yaitu 15-26 lusin kerajinan bosara. Adapun harga kerajinan bosara dibanderol Rp 500 ribu per lusin, dan tudung saji Rp 200 ribu. Omzet rata-rata per bulan Rp 2 juta. Karena penjualan bosara dan tudung saji ini bukan termasuk kebutuhan primer atau pokok.

Lies tidak hanya fokus memproduksi dan menjual kerajinan bosara dan tudung saji.  Berbagai lomba UMKM diikuti demi menunjukkan diri. Alhasil, dia sempat menjadi juara sebagai UMKM Mandiri di Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Demi mengasah kemampuan bisnis, Lies masih rajin mengikuti berbagai pelatihan, atau seminar terkait bagaimana mengembangkan usaha. Dia juga sangat bersyukur karena berkat bantuan KUR BRI, dirinya bisa mengembangkan usaha. Liestidak perlu khawatir lagi jika terbatas dengan modal, cukup mengajukan pinjaman ke BRI. (*/wa)

 

RADARSOLO.ID-Pelatihan keterampilan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memberikan manfaat yang positif untuk pelaku usaha agar semakin maju sekaligus menginspirasi masyarakat. Hal itulah yang dirasakan Lies Herawati, 54, warga Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan dengan membuka usaha kerajinan bosara dan tudung saji pada 2019.

Bosara adalah sebutan dalam bahasa Bugis-Makassar untuk wadah yang digunakan menyajikan kue dalam sebuah hajatan atau adat suku Bugis-Makassar, seperti pada acara pesta pernikahan, syukuran, maupun acara seremonial lainnya yang menjadi tradisi masyarakat setempat.

“Awal mulanya saya mengikuti kegiatan di lembaga pelatihan kerja, kemudian kegiatannya memang khusus pembuatan bosara dan tudung saji. Saya buat, dan saya lihat bagus prospeknya, karena yang saya buat itu selalu dibutuhkan untuk acara lamaran atau pernikahan,” katanya.

Setelah akhirnya bisa memproduksi bosara dan tudung saji secara mandiri, Lies memberanikan diri menjual kerajinan tersebut secara online melalui media sosial, yakni WhatsApp hingga Facebook. Ternyata ada pembeli yang berminat dengan usaha kerajinannya.

Lies pun senang karena sudah mulai masuk pesanan. Namun saat itu dia terkendala dengan modal. Kendati begitu, tidak pendek akal, akhirnya dia berani mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke BRI dengan nominal Rp 15 juta.

Setelah disetujui BRI, Lies kembali memproduksi kerajinan bosara dan tudung saji berbekal modal untuk membeli alat dan bahan baku. Seiring berjalannya waktu, Lies menambah pinjaman KUR di BRI menjadi Rp 50 juta.

Berkat bantuan KUR dari BRI, usaha kerajinan bosara dan tudung sajinya semakin berkembang. Bahkan, pesanan dari luar kota, seperti dari Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Kalimantan juga berdatangan.

Untuk pemasaran, perempuan asal Makassar ini memilih tidak melakukan konsinyasi alias tidak menitipkan kerajinan di sentra oleh-oleh atau di toko orang lain. Dia merasa lebih baik memasarkan langsung karena bisa mendapatkan penghasilan lebih besar.

Seiring waktu, kendala tidak hanya muncul dari segi pembiayaan, persaingan usaha kian ketat. Lies mengungkapkan, banyak saingan yang membuat kerajinan serupa namun dengan harga murah.

“Kelebihan produk saya, mutunya. Bahan baku juga tidak abal-abal, dan dari segi kekuatan lebih kuat dan cara jahitnya lebih rapi, itu yang membedakan,” ujarnya.

Beban kian berat ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, usahanya juga terdampak. Itu ketika pemerintah melarang pengadaan pesta lamaran maupun pernikahan. Padahal, usaha milik Lies sangat bergantung pada momen-momen tersebut.

“Waktu Covid-19, dilarang menggelar pesta. Otomatis cukup ngaruh. Tapi saya minimalkan pindah usaha dulu ke makanan. Alhamdulillah ada saja (penghasilan),” ujarnya.

Tuai Hasil

Meski memutuskan menjalankan usaha mandiri, Lies kerap membuka lowongan kerja kepada tetangga sekitarnya ketika banyak pesanan untuk membantu produksi.

Pesanan terbanyak yang pernah Lies terima yaitu 15-26 lusin kerajinan bosara. Adapun harga kerajinan bosara dibanderol Rp 500 ribu per lusin, dan tudung saji Rp 200 ribu. Omzet rata-rata per bulan Rp 2 juta. Karena penjualan bosara dan tudung saji ini bukan termasuk kebutuhan primer atau pokok.

Lies tidak hanya fokus memproduksi dan menjual kerajinan bosara dan tudung saji.  Berbagai lomba UMKM diikuti demi menunjukkan diri. Alhasil, dia sempat menjadi juara sebagai UMKM Mandiri di Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Demi mengasah kemampuan bisnis, Lies masih rajin mengikuti berbagai pelatihan, atau seminar terkait bagaimana mengembangkan usaha. Dia juga sangat bersyukur karena berkat bantuan KUR BRI, dirinya bisa mengembangkan usaha. Liestidak perlu khawatir lagi jika terbatas dengan modal, cukup mengajukan pinjaman ke BRI. (*/wa)

 

Populer

Berita Terbaru

spot_img