Oleh Dr dr Widiastuti Sp Rad (K) TR, selaku Staf Pengajar Radiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta
PADA edisi kali ini bakal dibahas tulisan berseri terkait penyakit yang mengenai organ tubuh kita yaitu pleura, dengan pendekatan deteksi melalui berbagai modalitas radiologis.
Pleura merupakan lapisan tipis berupa membran serosa yang membungkus paru serta organ yang berada didalam rongga dada. Pleura terdiri atas dua lapisan. Pertama, pleura viseral, yang langsung membungkus paru. Kedua, pleura parietal, yang menempel pada dinding dalam rongga dada, tersusun dari otot dada dan tulang iga, diafragma (organ pembatas antara organ di rongga perut atau abdomen dan organ di rongga dada atau toraks), mediastinum dan struktur servikal.
Di antara dua lapisan pleura tersebut dipisahkan oleh sebuah ruangan atau rongga yang disebut rongga pleura. Pada kondisi normal terisi cairan sekitar 5 ml, sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses bernafas.
Tumor pleura meski persentasenya kecil, tetapi sangat signifikan menjadi penyebab kematian dari semua tumor rongga dada. Tumor pleura dibedakan sebagai tumor jinak dan ganas. Tumor jinak biasanya tumbuh lambat dan tidak menimbulkan gejala sampai menimbulkan efek penekanan ke organ disekitarnya. Gejala klinis tumor pleura tersering adalah sesak nafas, batuk, nyeri dada dan penurunan berat badan. Pada kasus tumor pleura ganas, akan menyebabkan nyeri akibat invasi tumor ke organ sekitar, sedangkan sesak nafas akibat adanya efusi pleura (cairan abnormal di rongga pleura).
Mayoritas tumor pleura cenderung ganas, contoh yang paling sering yaitu Mesotelioma. Sebanyak 80 persen Mesotelioma disebabkan oleh inhalasi serat asbes yang dapat mengenai paru, abdomen atau perut, jantung dll. Sebagai penyebab selain asbes adalah faktor genetik atau keturunan, penyebab lain seperti serat non-asbes, radiasi terapi, dan kemungkinan proses yang menyebabkan jaringan parut pleura secara intens.
Insidensi mesotelioma di dunia semakin meningkat sejak pertengahan abad ke 20. Data dari WHO tentang angka kematian akibat Mesotelioma antara tahun 1994 hingga 2008 meningkat seiring dengan bertambah nya usia. Angka kejadian tumor pleura di Indonesia belum terdokumentasi, terbanyak terdiagnosis berusia sekitar 60–80 tahun.
Mesotelioma dapat terjadi pada usia muda (bahkan anak-anak), walaupun jarang. Mesotelioma lebih umum terjadi pada laki-laki 80 persen dibandingkan perempuan 20 persen, kemugkinan oleh karena laki laki lebih banyak bekerja pada pekerjaan yang terpapar asbes.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kombinasi pencitraan dan korelasi klinis. Modalitas pencitraan awal adalah radiografi dada konvensional, ultrasonography (USG) dan computed tomography (CT) scan. Karakterisasi lebih lanjut mungkin diperlukan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron emission tomography (PET) CT. Biopsi tetap merupakan baku emas diagnosis.
Gambaran Radiologisnya:
Gambar A dan B:
Radiografi Toraks posisi Postero Anterior (PA) dan Lateral/ samping, memperlihatkan gambaran masa tumor pleura menempel pada dinding dada kiri, berbatas tepi tegas, berbentuk oval (Courtesy: https://doi.org/10.1007/s13244-015-0441-x )

Gambar C: Pemeriksaan USG memperlihatkan gambaran masa tumor (M) pleura yang meluas ke dinding dada (Courtesy: Respiration, 84(4), 337–350.doi:10.1159/000339997)

Gambar D: Pemeriksaan CT scan memperlihatkan gambaran Tumor pleura ganas Mesotelioma maligna: tampak penebalan pleura nodular homogen (panah) yang melibatkan pleura mediastinum dan pleura kosta dengan penurunan volume di rongga dada kiri (Courtesy: https://doi.org/10.4103/0971-3026.125577)

Sebagai penutup, disarankan menghindari pajanan asbes dalam waktu yang lama, dan cek kesehatan secara rutin. (*)