24.2 C
Surakarta
Tuesday, 6 June 2023

Ramadan sebagai Universitas Rohaniah

Oleh: Drs. Soleh Amini Yahman, M.Si.Psi. *)

MARHABAN Yaa Ramadan 1444 H. Hari ini, 23 Maret 2023, insya Allah umat Islam akan memulai ibadah puasa Ramadan. Ritual puasa Ramadan bagi umat Islam merupakan kredo peribadatan yang sifatnya rutin, terjadi terus-menerus setiap setahun, dan wajib melaksanakan. Karena puasa merupakan perintah agama (QS: Al Baqarah 183).

Inti perintah menjalankan puasa adalah pengendalian diri atau self control. Mengapa penting? Karena merupakan salah satu komponen utama, dalam upaya perwujudan kehidupan jiwa yang sehat. Dalam perspektif ilmu psikologi, kemampuan mengendalikan diri merupakan indikasi utama sehat tidaknya kehidupan rohaniah seseorang.

Orang sehat secara kejiwaan, akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian diri yang baik. Sehingga terhindar dari berbagai gangguan. Jika pengendalian diri seseorang terganggu, maka akan timbul berbagai-reaksi-reaksi pathologis  dalam kehidupan alam pikir (cognition), alam perasaan (affection) dan perilaku (psikomotorik).

Maka akan terjadi hubungan tidak harmonis, antara diri individu dengan dirinya sendiri. Juga dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Maka orang yang jiwanya tidak sehat, keberadaannya sangat mengganggu diri sendiri, juga lingkungan sekitar.

Puasa Sadar Allah

“Puasa itu bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum. Akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji.” (H.R. Bukhari).

Hadis ini menjelaskan bahwa puasa Ramadan merupakan bentuk pelatihan lengkap. Dapat melatih fisik, jiwa, dan ruh sekaligus. Mengaktivasi semua instrument pada diri manusia. Sekaligus meningkatkan kesadaran manusia, baik di tingkat kehidupan jasadiah (fisik), jiwa, serta tingkatan ruhaniahnya.

Puasa Ramadan melatih masing-masing komponen hidup tersebut, agar kembali ke fitrahnya. Fitrahnya jasad adalah kembali ke alam materi, fitrahnya jiwa adalah berserah diri dengan meninggalkan ego diri, serta fitrahnya ruhaniah kembali kepada Allah. Tiga hal ini dilatih dalam ibadah puasa.

Saat menjalankan puasa, manusia lebih mengenal jasad yang lapar, jiwa yang berserah ketika kondisi fisik melemah, serta ruh yang melesat meluncur keharibaan Allah (Setiyo Purwanto, 2016). Pengenalan diri dalam ibadah puasa, menjadi agenda penting saat Ramadan. Maka datangnya ibadah puasa Ramadan disiapkan dengan niat ikhlas karena Allah SWT, bukan yang lain.

Puasa bukanlah berharap pahala tertentu, atau bermakna surga dan sebagainya. Melainkan puasa karena sadar Allah, bukan sadar hal selain Allah. Inilah yang disebut puasa sebagai universitas ruhaniah. Yakni puasa sadar Allah.

Puasa sadar Allah adalah puasa yang sempurna. Puasa yang mengembalikan semua unsur manusia, yakni jasad, jiwa, dan ruh kembali pada fitrahnya. Yakni kesucian lahir dan batin. Inilah target kita berpuasa, yaitu kembali kepada kefitrahan diri lahir bathin. Ditandai dengan digenggamnya Idul Fitri dalam kehidupan sehari-hari.

Puasa dan Pengendalian Diri

“Puasa itu bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum. Akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia, serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji.” (HR. Bukhari).

Dalam Q.S. Al Baqarah ayat 183, tujuan akhir puasa Ramadan adalah mewujudkan kualitas diri manusia yang penuh keberimanan. Supaya manusia bertaqwa kepada-Nya. Taqwa adalah capaian puncak tertinggi dari kehidupan seorang hamba atas Tuhannya.

Ketidakmapuan mengendalikan diri, merupakan malapetaka individual sekaligus sosial. Efeknya sangat buruk bagi diri sendiri maupun kehidupan sosial di sekitarnya. Misalnya orang tidak  mampu mengendalikan diri dari makan dan minum, akan mengalami kegemukan. Sehingga akan menimbulkan  berbagai komplikasi penyakit dari kegemukan itu.

Demikan pula perilaku seksual. Contohnya perselingkuhan, promiskuitas, pelacuran, perkosaan, dan pencabulan. Efeknya seperti krisis rumah tangga, penyebaran penyakit kelamin, sampai tindak pidana.

Pada tataran kehidupan sosial, sering dijumpai orang melakukan tindak pidana korupsi dan suap. Karena tidak bisa mengendalikan diri untuk mencapai kedudukan atau jabatan tertentu. Karena dorongan ambisi pribadi atau keluarga, dengan mengabaikan aspek kepatutan umum, norma, hukum, dan nilai-nilai sosial.

Puasa Kecerdasan Illahiah dan Emosional

Puasa adalah bagian dari perintah agama dan harus ditaati umatnya. Mengapa harus berpuasa? Bukankah puasa memberatkan diri karena tidak makan dan tidak minum? Pertanyaan tersebut hanya dapat dijawab secara hanif, oleh orang yang punya kejernihan kesadaran dan kecerdasan illahiah, maupun kecerdasan emosional tinggi.

Dengan menaati perintah tersebut, manusia menjadi tunduk dan mampu “menahan diri”. Sehingga berimplikasi positif bagi perkembangan kecerdasan emosi (emosional intelegence) maupun kecerdasan spiritualnya.

Efek positif dari puasa sebagai berikut. Pertama, mengontrol diri. Tak ada kamus menahan haus dan lapar. Secara instingtif, manusia akan makan atau minum ketika lapar atau dahaga. Dengan puasa, manusia dilatih menahan diri untuk tidak makan atau minum.

Kedua, menahan emosi. Temperamen manusia kadang sulit dikendalikan. Dengan puasa, manusia dilatih menahan emsosi. Karena saat puasa tidak boleh marah-marah. Ketiga, mengajarkan arti berbagi. Bulan puasa adalah bulan untuk banyak berbagi (beramal).

Mari kita sambut dan jalankan puasa Ramadan ini, demi mencapai fitrah suci manusia sebagai mahluk paling sempurna di antara mahluk-mahluk Tuhan lainnya. Sesungguhnya tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah SWT, melainkan yang paling baik imannya. Marhaban ya Ramadan 1444 H. Selamat menjalankan ibadah puasa. (*)

*) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh: Drs. Soleh Amini Yahman, M.Si.Psi. *)

MARHABAN Yaa Ramadan 1444 H. Hari ini, 23 Maret 2023, insya Allah umat Islam akan memulai ibadah puasa Ramadan. Ritual puasa Ramadan bagi umat Islam merupakan kredo peribadatan yang sifatnya rutin, terjadi terus-menerus setiap setahun, dan wajib melaksanakan. Karena puasa merupakan perintah agama (QS: Al Baqarah 183).

Inti perintah menjalankan puasa adalah pengendalian diri atau self control. Mengapa penting? Karena merupakan salah satu komponen utama, dalam upaya perwujudan kehidupan jiwa yang sehat. Dalam perspektif ilmu psikologi, kemampuan mengendalikan diri merupakan indikasi utama sehat tidaknya kehidupan rohaniah seseorang.

Orang sehat secara kejiwaan, akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian diri yang baik. Sehingga terhindar dari berbagai gangguan. Jika pengendalian diri seseorang terganggu, maka akan timbul berbagai-reaksi-reaksi pathologis  dalam kehidupan alam pikir (cognition), alam perasaan (affection) dan perilaku (psikomotorik).

Maka akan terjadi hubungan tidak harmonis, antara diri individu dengan dirinya sendiri. Juga dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Maka orang yang jiwanya tidak sehat, keberadaannya sangat mengganggu diri sendiri, juga lingkungan sekitar.

Puasa Sadar Allah

“Puasa itu bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum. Akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji.” (H.R. Bukhari).

Hadis ini menjelaskan bahwa puasa Ramadan merupakan bentuk pelatihan lengkap. Dapat melatih fisik, jiwa, dan ruh sekaligus. Mengaktivasi semua instrument pada diri manusia. Sekaligus meningkatkan kesadaran manusia, baik di tingkat kehidupan jasadiah (fisik), jiwa, serta tingkatan ruhaniahnya.

Puasa Ramadan melatih masing-masing komponen hidup tersebut, agar kembali ke fitrahnya. Fitrahnya jasad adalah kembali ke alam materi, fitrahnya jiwa adalah berserah diri dengan meninggalkan ego diri, serta fitrahnya ruhaniah kembali kepada Allah. Tiga hal ini dilatih dalam ibadah puasa.

Saat menjalankan puasa, manusia lebih mengenal jasad yang lapar, jiwa yang berserah ketika kondisi fisik melemah, serta ruh yang melesat meluncur keharibaan Allah (Setiyo Purwanto, 2016). Pengenalan diri dalam ibadah puasa, menjadi agenda penting saat Ramadan. Maka datangnya ibadah puasa Ramadan disiapkan dengan niat ikhlas karena Allah SWT, bukan yang lain.

Puasa bukanlah berharap pahala tertentu, atau bermakna surga dan sebagainya. Melainkan puasa karena sadar Allah, bukan sadar hal selain Allah. Inilah yang disebut puasa sebagai universitas ruhaniah. Yakni puasa sadar Allah.

Puasa sadar Allah adalah puasa yang sempurna. Puasa yang mengembalikan semua unsur manusia, yakni jasad, jiwa, dan ruh kembali pada fitrahnya. Yakni kesucian lahir dan batin. Inilah target kita berpuasa, yaitu kembali kepada kefitrahan diri lahir bathin. Ditandai dengan digenggamnya Idul Fitri dalam kehidupan sehari-hari.

Puasa dan Pengendalian Diri

“Puasa itu bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum. Akan tetapi sesungguhnya puasa itu adalah mencegah diri dari segala perbuatan yang sia-sia, serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang kotor dan keji.” (HR. Bukhari).

Dalam Q.S. Al Baqarah ayat 183, tujuan akhir puasa Ramadan adalah mewujudkan kualitas diri manusia yang penuh keberimanan. Supaya manusia bertaqwa kepada-Nya. Taqwa adalah capaian puncak tertinggi dari kehidupan seorang hamba atas Tuhannya.

Ketidakmapuan mengendalikan diri, merupakan malapetaka individual sekaligus sosial. Efeknya sangat buruk bagi diri sendiri maupun kehidupan sosial di sekitarnya. Misalnya orang tidak  mampu mengendalikan diri dari makan dan minum, akan mengalami kegemukan. Sehingga akan menimbulkan  berbagai komplikasi penyakit dari kegemukan itu.

Demikan pula perilaku seksual. Contohnya perselingkuhan, promiskuitas, pelacuran, perkosaan, dan pencabulan. Efeknya seperti krisis rumah tangga, penyebaran penyakit kelamin, sampai tindak pidana.

Pada tataran kehidupan sosial, sering dijumpai orang melakukan tindak pidana korupsi dan suap. Karena tidak bisa mengendalikan diri untuk mencapai kedudukan atau jabatan tertentu. Karena dorongan ambisi pribadi atau keluarga, dengan mengabaikan aspek kepatutan umum, norma, hukum, dan nilai-nilai sosial.

Puasa Kecerdasan Illahiah dan Emosional

Puasa adalah bagian dari perintah agama dan harus ditaati umatnya. Mengapa harus berpuasa? Bukankah puasa memberatkan diri karena tidak makan dan tidak minum? Pertanyaan tersebut hanya dapat dijawab secara hanif, oleh orang yang punya kejernihan kesadaran dan kecerdasan illahiah, maupun kecerdasan emosional tinggi.

Dengan menaati perintah tersebut, manusia menjadi tunduk dan mampu “menahan diri”. Sehingga berimplikasi positif bagi perkembangan kecerdasan emosi (emosional intelegence) maupun kecerdasan spiritualnya.

Efek positif dari puasa sebagai berikut. Pertama, mengontrol diri. Tak ada kamus menahan haus dan lapar. Secara instingtif, manusia akan makan atau minum ketika lapar atau dahaga. Dengan puasa, manusia dilatih menahan diri untuk tidak makan atau minum.

Kedua, menahan emosi. Temperamen manusia kadang sulit dikendalikan. Dengan puasa, manusia dilatih menahan emsosi. Karena saat puasa tidak boleh marah-marah. Ketiga, mengajarkan arti berbagi. Bulan puasa adalah bulan untuk banyak berbagi (beramal).

Mari kita sambut dan jalankan puasa Ramadan ini, demi mencapai fitrah suci manusia sebagai mahluk paling sempurna di antara mahluk-mahluk Tuhan lainnya. Sesungguhnya tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah SWT, melainkan yang paling baik imannya. Marhaban ya Ramadan 1444 H. Selamat menjalankan ibadah puasa. (*)

*) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Populer

Berita Terbaru

spot_img