INTEGRITAS penyelenggara dan proses penyelenggaraan pemilu adalah prasyarat penting agar hasil pemilu mendapat legitimasi secara konstitusional dari seluruh rakyat.
Dalam kaitan ini, adanya ruang untuk melakukan pengawasan pemilu menjadi penting. Pengawasan pemilu perlu dilakukan untuk menjamin terbangunnya sistem politik yang demokratis.
Pengawas pemilu diyakini memiliki kontribusi besar dan nyata bagi pembangunan integitas penyelenggaraan pemilu di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Pemilu Serentak 2024 dari aspek penyelenggaraan belum dimulai, namun dari aspek kontestasi secara kasat mata sudah terasa ingar bingar pesta demokrasi lima tahunan itu.
Beberapa figur nasional mulai mendeklarasikan diri untuk maju sebagai calon presiden, calon gubernur, maupun calon bupati/walikota. Tentu juga ada sejumlah figur yang akan maju dalam pencalonan pemilu legislatif.
Untuk melahirkan pemilu yang berintegritas dengan prasyarat akuntabilitas dan transparansi, maka penyelenggaraan pemilu memerlukan kontrol dan pengawasan oleh lembaga pengawas pemilu (Muhammad Jufri, 2017).
Dibentuknya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menjadi langkah maju dalam proses penguatan demokrasi di Indonesia. Terutama dalam hajatan pemilu. Salah satu tugas Bawaslu dalam pencegahan pelanggaran dan sengketa pemilu sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu.
Dengan dilibatkannya pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat secara independen dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu, diharapkan akan menghasilkan pemilu yang berintegritas, di mana seluruh partisipan pemilu akan lebih merasa mawas diri dan memiliki kesadaran politik yang baik terhadap nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan demokratis terkait pemilu.
Namun, membangun gerakan bersama pengawasan partisipatif bukan perkara mudah. Hal ini dapat dilihat dari data pelanggaran Pemilu 2019 yang masih didominasi temuan (dugaan pelanggaran yang ditemukan oleh pengawas) sebanyak 18.995, sedangkan data laporan (dugaan pelanggaran yang dilaporkan masyarakat kepada Bawaslu) sebanyak 4506 laporan (https://www.bawaslu.go.id/sites/default/files/hasil_pengawasan/DATA%20PELANGGARAN%20PEMILU%20TAHUN%202019%204%20NOVEMBER%202019 ).
Masyarakat secara luas belum banyak yang tertarik dengan isu kepemiluan. Pada dasarnya, Bawaslu terus melakukan pendidikan politik pengawas partisipatif. Ada sekolah kader pengawasan partisipatif (SKPP) tingkat dasar yang menyebar di 100 kabupaten/kota pada 2021.
Tingkat dasar ini dilanjutkan dengan SKPP tingkat menengah di provinsi. Lalu ada SKPP lanjutan di Jakarta. Selain SKPP, pembentukan jaringan pengawasan partisipatif pun terus dilakukan lintas komunitas dan pemangku kepentingan.
Selain itu, Bawaslu telah membuat beberapa skema pelibatan masyarakat sipil dengan membuat pusat pengawasan partisipatif melalui gerakan masyarakat partisipatif secara sukarela. Terdapat tujuh program besar yang dirancang Bawaslu guna mendorong pengawasan partisipatif oleh masyarakat (https://www.bawaslu.go.id/id/berita/bawaslu-dorong-pengawasan-partisipatif-inilah-tujuh-program-unggulannya).
Pertama, program pengawasan berbasis teknologi informasi atau Gowaslu. Gowaslu dibuat demi meningkatkan peran aktif masyarakat dalam melaporkan segala bentuk indikasi pelanggaran atau kecurangan selama proses pelaksanaan pesta demokrasi. Dengan aplikasi itu baik pemantau dan masyarakat dapat terhubung dengan pihak pengawas pemilu dan melaporkan temuan indikasi pelanggaran di lapangan dengan cepat melalui aplikasi ini.
Kedua, pengelolaan media sosial. Bawaslu yakin media sosial bisa menjadi salah satu sarana media efektif dalam menyebarluaskan informasi dan pengetahuan pengawasan kepemiluan. Apalagi, hampir seluruh pengguna internet yang juga sebagian besar adalah anak muda dan pemilih pemula memiliki akun media sosial baik itu Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, dan lainnya. Karenanya, media sosial telah berperan mendorong pengawasan partisipatif oleh masyarakat.
Ketiga, forum warga. Bawaslu mengindentifikasi terhadap banyaknya forum warga yang eksis di masyarakat. Identifikasi itu lantas ditindaklanjuti dengan menjalin kerja sama dalam pengawasan pemilu. Fungsi kerja sama ini tidak hanya dapat memperkuat kapasitas pengawasan, tetapi juga mendorong perlibatan warga yang lebih luas dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilu.
Keempat, gerakan sejuta relawan pengawas pemilu (GSRPP), yakni gerakan pengawalan pemilu oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Gerakan tersebut diharapkan dapat mentransformasikan gerakan moral menjadi gerakan sosial di masyarakat dalam mengawal pemilu.
Kelima, Satuan Karya Pramuka (Saka) Adhyasta Pemilu, yaitu wadah kegiatan pengawalan pemilu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis pengawasan pemilu bagi anggota Pramuka. Ada tiga tujuan dari gerakan Saka Adhyasta Pemilu, yakni memperluas pengetahuan pengawasan pemilu kepada pemilih pemula, mewujudkan calon aparatur pengawasan pemilu, dan menciptakan aktor pengawas partisipatif.
Keenam, kuliah kerja nyata (KKN) tematik pengawasan penyelenggaraan pemilu. Program pengabdian mahasiswa kepada masyarakat ini menjadi salah satu terobosan Bawaslu yang menggandeng perguruan tinggi. Hal itu guna meningkatkan peran mahasiswa dalam mengawal pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan umum.
Ketujuh, pojok pengawasan. Tujuan dari program tersebut yaitu sebagai sarana penyediaan berbagai informasi tentang pengawasan pemilu. Juga untuk mengembangkan pengetahuan tentang pengawasan pemilu sekaligus meningkatkan informasi publik pengawasan pemilu. Harapan dari kehadiran pojok pengawasan adalah pengetahuan masyarakat mengenai demokrasi, pemilu dan pengawasan pemilu dapat meningkat. Dengan demikian, kesadaran masyarakat atas kedaulatan yang dimiliki niscaya akan tumbuh pula
Proses pemilu haruslah diseleggarakan tanpa adanya kekerasan, tanpa adanya KKN, pelanggaran dan kecurangan dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
Untuk mencegah semua itu, maka dibutuhkan proses pengawasan secara aktif dan masif dari pengawas pemilu dan masyarakat, memastikan hal di atas tidak pernah terjadi.
Ketika terjadi penyimpangan, masyarakat dapat melapor kepada penyelenggara pemilu yang mempunyai kewenangan melakukan penindakan
Dengan adanya partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu, maka diharapkan dapat menghasilkan pemilu yang demokratis, baik dari prosesnya maupun hasilnya. Bersama rakyat awasi pemilu. Bersama Bawaslu tegakkan keadilan pemilu. Salam awasssss!!! (*)
Oleh: Rochmad Basuki*)
*) Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Sukoharjo