32.7 C
Surakarta
Saturday, 3 June 2023

Sekolah Swasta di Solo Sambat Bantuan Dana hingga Guru Non-PNS

SOLO –  Sekolah swasta yang melayani pendidikan anak-anak dari keluarga tidak mampu hingga menengah dinilai minim mendapatkan bantuan. Bahkan bantuan guru-guru non-aparatur sipil negara (ASN) untuk sekolah swasta tidak ada lagi.

Kepala SMP Darussalam Joko Rahmadi mengatakan, ketika pemerintah terbatas pendanaa dalam bidang pendidikan, sekolah-sekolah swasta berperan ikut ambil bagian dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Namun di sisi lain, akses pendanaan bagi sekolah swasta kecil untuk membantu peningkatan layanan pendidikan, misalnya rehabilitasi gedung sekolah dan penambahan sarana belajar, sangat terbatas.

“Terkait bantuan dalam bentuk barang untuk siswa seperti BPMKS (Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta), itu pun hanya untuk siswa Solo yang tidak mampu,” ujarnya.

Padahal, kata Joko, siswa yang masuk sekolahnya mayoritas dari luar kota. Selama ini mereka hanya mengandalkan bantuan operasional sekolah (BOS). Untuk bantuan lain dari pemkot tidak ada.

Ketua Ikatan Kepala Sekolah Swasta (IKSS) Kota Surakarta Riyadi Marjono mengungkapkan, bagi sekolah swasta kecil, bantuan dan perhatian pemerintah sangat diperlukan untuk perkembangan sekolah. Dia juga menyebutkan, sekolah swasta yang melayani anak-anak tidak mampu minim bantuan dalam banyak aspek.

Ketika pemerintah memiliki dana agar lebih memperhatikan pendidikan, yang diutamakan justru membangun sekolah-sekolah. Hal ini semakin membuat runcing dan memicu diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta.

“Beberapa tahun terakhir kami IKSS tidak pernah diajak membicarakan perencanaan program dinas pendidikan. Termasuk perkembangan pencabutan insentif juga tidak paham,” ungkapnya.

Sekolah swasta sudah ada jauh sebelum kemerdekaan. Perannya mengantarkan Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan sangat besar. Namun, kini kebijakan pemerintah terkesan meminggirkan sekolah swasta, seperti sekolah gratis dan sistem zonasi sekolah negeri.

Riyadi menyebutkan sekolah swasta memang sangat beragam. Ada sekolah swasta yang mewah atau elit, kemudian disusul sekolah-sekolah kelas menengah, dan swasta kecil.

“Kami pun ketika menarik uang kepada orang tua siswa juga tidak bisa sembarangan. Hanya bisa menarik dengan jumlah sewajarnya disesuaikan dengan kemampuan orang tua siswa. Apalagi saat pandemi seperti ini,” ungkapnya.

Bagi swasta yang sudah mapan dan memiliki pangsa pasar tersendiri, tentu tidak terlalu menjadi masalah. Tetapi banyak sekolah swasta berkategori menengah ke bawah yang banyak kehilangan siswa. Dampaknya, sekolah swasta yang dulu pernah eksis kini ada yang meredup. Sebab, mereka mulai mendapat pesaing dari sekolah swasta pendatang baru dengan modal segar dan sekolah negeri dengan segala fasilitas gratisnya, serta pembangunan sekolah negeri baru.

“Keberadaan sekolah swasta ini sebenarnya membantu pemerintah dalam memerangi buta huruf di pedesaan dan pinggiran kota. Ini sebenarnya jawaban dalam membantu keterbatasan pemerintah dalam hal pendidikan,” tandanya

Kepala Dinas Pendidikan Kota Surakarta Dian Rineta menuturkan, dinas tidak pernah membeda-bedakan sekolah negeri maupun swasta. Sekolah swasta sebagai mitra pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa.

Terkait bantuan, dinas mengakui banyak yang sekolah yang mengajukan namun lantaran keterbatasan biaya dinas mengambil asas prioritas kebutuhan sekolah.

“Kami selalu terbuka untuk teman-teman swasta yang lainnya. Kami bisa duduk bersama untuk berdiskusi mana yang perlu dibenahi bersama. Tidak ada yang dibeda-bedakan,” tuturnya. (ian/bun/dam)

SOLO –  Sekolah swasta yang melayani pendidikan anak-anak dari keluarga tidak mampu hingga menengah dinilai minim mendapatkan bantuan. Bahkan bantuan guru-guru non-aparatur sipil negara (ASN) untuk sekolah swasta tidak ada lagi.

Kepala SMP Darussalam Joko Rahmadi mengatakan, ketika pemerintah terbatas pendanaa dalam bidang pendidikan, sekolah-sekolah swasta berperan ikut ambil bagian dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Namun di sisi lain, akses pendanaan bagi sekolah swasta kecil untuk membantu peningkatan layanan pendidikan, misalnya rehabilitasi gedung sekolah dan penambahan sarana belajar, sangat terbatas.

“Terkait bantuan dalam bentuk barang untuk siswa seperti BPMKS (Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta), itu pun hanya untuk siswa Solo yang tidak mampu,” ujarnya.

Padahal, kata Joko, siswa yang masuk sekolahnya mayoritas dari luar kota. Selama ini mereka hanya mengandalkan bantuan operasional sekolah (BOS). Untuk bantuan lain dari pemkot tidak ada.

Ketua Ikatan Kepala Sekolah Swasta (IKSS) Kota Surakarta Riyadi Marjono mengungkapkan, bagi sekolah swasta kecil, bantuan dan perhatian pemerintah sangat diperlukan untuk perkembangan sekolah. Dia juga menyebutkan, sekolah swasta yang melayani anak-anak tidak mampu minim bantuan dalam banyak aspek.

Ketika pemerintah memiliki dana agar lebih memperhatikan pendidikan, yang diutamakan justru membangun sekolah-sekolah. Hal ini semakin membuat runcing dan memicu diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta.

“Beberapa tahun terakhir kami IKSS tidak pernah diajak membicarakan perencanaan program dinas pendidikan. Termasuk perkembangan pencabutan insentif juga tidak paham,” ungkapnya.

Sekolah swasta sudah ada jauh sebelum kemerdekaan. Perannya mengantarkan Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan sangat besar. Namun, kini kebijakan pemerintah terkesan meminggirkan sekolah swasta, seperti sekolah gratis dan sistem zonasi sekolah negeri.

Riyadi menyebutkan sekolah swasta memang sangat beragam. Ada sekolah swasta yang mewah atau elit, kemudian disusul sekolah-sekolah kelas menengah, dan swasta kecil.

“Kami pun ketika menarik uang kepada orang tua siswa juga tidak bisa sembarangan. Hanya bisa menarik dengan jumlah sewajarnya disesuaikan dengan kemampuan orang tua siswa. Apalagi saat pandemi seperti ini,” ungkapnya.

Bagi swasta yang sudah mapan dan memiliki pangsa pasar tersendiri, tentu tidak terlalu menjadi masalah. Tetapi banyak sekolah swasta berkategori menengah ke bawah yang banyak kehilangan siswa. Dampaknya, sekolah swasta yang dulu pernah eksis kini ada yang meredup. Sebab, mereka mulai mendapat pesaing dari sekolah swasta pendatang baru dengan modal segar dan sekolah negeri dengan segala fasilitas gratisnya, serta pembangunan sekolah negeri baru.

“Keberadaan sekolah swasta ini sebenarnya membantu pemerintah dalam memerangi buta huruf di pedesaan dan pinggiran kota. Ini sebenarnya jawaban dalam membantu keterbatasan pemerintah dalam hal pendidikan,” tandanya

Kepala Dinas Pendidikan Kota Surakarta Dian Rineta menuturkan, dinas tidak pernah membeda-bedakan sekolah negeri maupun swasta. Sekolah swasta sebagai mitra pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa.

Terkait bantuan, dinas mengakui banyak yang sekolah yang mengajukan namun lantaran keterbatasan biaya dinas mengambil asas prioritas kebutuhan sekolah.

“Kami selalu terbuka untuk teman-teman swasta yang lainnya. Kami bisa duduk bersama untuk berdiskusi mana yang perlu dibenahi bersama. Tidak ada yang dibeda-bedakan,” tuturnya. (ian/bun/dam)

Populer

Berita Terbaru

spot_img