24.6 C
Surakarta
Monday, 5 June 2023

Ortu Canggung Beri Pendidikan Seks Anak, Rawan Kekerasan Seksual

RADARSOLO.ID– Anak hendaknya memperoleh pendidikan seks sejak usia dini. Sayangnya di masyarakat, topik ini masih tabu untuk dibicarakan. Masih banyak orang tua yang canggung atau merasa tidak perlu membahas ini dengan beragam alasan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Surakarta Purwanti mengatakan, ketidaktahuan atau minimnya edukasi mengenai seks justru meningkatkan potensi anak menjadi korban dari kekerasan dan pelecehan seksual. Banyak dari mereka juga tidak sadar sedang dalam pengaruh atau perlakuan yang salah dan tidak senonoh.

Banyak dari kasus yang kami temukan anak mengaku tidak tahu kalau berbuat seperti itu akan hamil. Ini juga masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” ujar Purwanti, Kamis (23/3/2023).

Dia menjelaskan, saat ini pendekatan yang dilakukan untuk mengenalkan remaja dengan pendidikan seks adalah lewat pendidikan biologi. Namun, itu belum cukup. Mereka belum begitu memahami tentang kesehatan reproduksi. Jika dibandingkan dengan pendidikan luar negeri, yang memang sudah secara konsen memberikan pendidikan tentang kesehatan reproduksi lewat pendidikan seks.

“Kesehatan reproduksi memang sudah menjadi bagian dari pelajaran biologi. Namun, di dalam pendidikan seks, materi tersebut tidak bisa menjadi sangat sederhana. Sehingga, ketika anak sudah mendapatkan materi reproduksi di sekolah, bukan berarti mereka sudah tidak butuh pendidikan seks,” jelasnya

Dia menganjurkan orang tua agar mengajari anak tentang pendidikan reproduksi sejak dini sesuai dengan tahapan usia. Tujuannya agar anak mengerti betul tentang perbedaan gender, bagaimana bergaul dengan lawan jenis, dan yang paling penting fungsi reproduksinya sendiri.

“Awal tahun ini sampai Maret ada 10 anak yang mengajukan pernikahan dini. Rata-rata siswa SMP, dan tidak lulus SMA. Ada juga SMA yang usianya 17-18 tahun. Ini juga termasuk banyak, kalau dua bulan 10 kasus,” ungkapnya.

Purwanti menegaskan, peran keluarga khususnya dalam hal ini memiliki peran penting sebagai benteng utama anak terhindar dari kejahatan seksualitas. Keluarga utamanya orang tua memiliki fungsi pengawasan untuk mencegah anak melakukan hal-hal yang negatif.

“Dari sisi orang tua, harus ada penguatan agama agar anak ada rasa takut karena merasa diawasi sehingga jika mau melakukannya takut dosa,” imbuhnya.

Sekretaris Disdik Surakarta Abdul Haris Alamsah mengakui, pendidikan seks di lingkungan masyarakat masih dianggap hal yang tabu. Jika pendidikan seks diberikan dalam satu program khusus maka akan banyak menimbulkan penolakan. Maka salah satu solusi untuk mengatasi ketidaktahuan remaja tentang masalah seksual adalah dengan memasukkan informasi kesehatan reproduksi remaja dalam kurikulum sekolah.

“Paling sering, biasanya diberikan saat MOS (masa orientasi sekolah) awal masuk sekolah itu,” ujar dia.

Sedikit berbeda, dengan sekolah formal pada umumnya. Khusus untuk madrasah memiliki cara khusus untuk mengajarkan anak agar terhindar dari bahaya seksualitas. Pada lingkungan madrasah dilakukan dengan pendekatan agama. Tidak hanya itu, di madrasah diminimalkan kontak antar siswa perempuan dan laki-laki.

“Kami berani jamin jika kasus pernikahan dini akibat seksualitas di Solo itu tidak ada yang dari madrasah. Karena di madrasah antara putra dan putri sudah dipisah. Tidak ada yang duduk satu bangku dengan lawan jenis. Ini memang bagian dari budaya dan pendekatan agama untuk mencegah itu semua,” ucap Kepala Kemenag Kota Surakarta Hidayat Maskur. (ian/bun/wa)

 






Reporter: Septian Refvinda Argiandini

RADARSOLO.ID– Anak hendaknya memperoleh pendidikan seks sejak usia dini. Sayangnya di masyarakat, topik ini masih tabu untuk dibicarakan. Masih banyak orang tua yang canggung atau merasa tidak perlu membahas ini dengan beragam alasan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Surakarta Purwanti mengatakan, ketidaktahuan atau minimnya edukasi mengenai seks justru meningkatkan potensi anak menjadi korban dari kekerasan dan pelecehan seksual. Banyak dari mereka juga tidak sadar sedang dalam pengaruh atau perlakuan yang salah dan tidak senonoh.

Banyak dari kasus yang kami temukan anak mengaku tidak tahu kalau berbuat seperti itu akan hamil. Ini juga masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama,” ujar Purwanti, Kamis (23/3/2023).

Dia menjelaskan, saat ini pendekatan yang dilakukan untuk mengenalkan remaja dengan pendidikan seks adalah lewat pendidikan biologi. Namun, itu belum cukup. Mereka belum begitu memahami tentang kesehatan reproduksi. Jika dibandingkan dengan pendidikan luar negeri, yang memang sudah secara konsen memberikan pendidikan tentang kesehatan reproduksi lewat pendidikan seks.

“Kesehatan reproduksi memang sudah menjadi bagian dari pelajaran biologi. Namun, di dalam pendidikan seks, materi tersebut tidak bisa menjadi sangat sederhana. Sehingga, ketika anak sudah mendapatkan materi reproduksi di sekolah, bukan berarti mereka sudah tidak butuh pendidikan seks,” jelasnya

Dia menganjurkan orang tua agar mengajari anak tentang pendidikan reproduksi sejak dini sesuai dengan tahapan usia. Tujuannya agar anak mengerti betul tentang perbedaan gender, bagaimana bergaul dengan lawan jenis, dan yang paling penting fungsi reproduksinya sendiri.

“Awal tahun ini sampai Maret ada 10 anak yang mengajukan pernikahan dini. Rata-rata siswa SMP, dan tidak lulus SMA. Ada juga SMA yang usianya 17-18 tahun. Ini juga termasuk banyak, kalau dua bulan 10 kasus,” ungkapnya.

Purwanti menegaskan, peran keluarga khususnya dalam hal ini memiliki peran penting sebagai benteng utama anak terhindar dari kejahatan seksualitas. Keluarga utamanya orang tua memiliki fungsi pengawasan untuk mencegah anak melakukan hal-hal yang negatif.

“Dari sisi orang tua, harus ada penguatan agama agar anak ada rasa takut karena merasa diawasi sehingga jika mau melakukannya takut dosa,” imbuhnya.

Sekretaris Disdik Surakarta Abdul Haris Alamsah mengakui, pendidikan seks di lingkungan masyarakat masih dianggap hal yang tabu. Jika pendidikan seks diberikan dalam satu program khusus maka akan banyak menimbulkan penolakan. Maka salah satu solusi untuk mengatasi ketidaktahuan remaja tentang masalah seksual adalah dengan memasukkan informasi kesehatan reproduksi remaja dalam kurikulum sekolah.

“Paling sering, biasanya diberikan saat MOS (masa orientasi sekolah) awal masuk sekolah itu,” ujar dia.

Sedikit berbeda, dengan sekolah formal pada umumnya. Khusus untuk madrasah memiliki cara khusus untuk mengajarkan anak agar terhindar dari bahaya seksualitas. Pada lingkungan madrasah dilakukan dengan pendekatan agama. Tidak hanya itu, di madrasah diminimalkan kontak antar siswa perempuan dan laki-laki.

“Kami berani jamin jika kasus pernikahan dini akibat seksualitas di Solo itu tidak ada yang dari madrasah. Karena di madrasah antara putra dan putri sudah dipisah. Tidak ada yang duduk satu bangku dengan lawan jenis. Ini memang bagian dari budaya dan pendekatan agama untuk mencegah itu semua,” ucap Kepala Kemenag Kota Surakarta Hidayat Maskur. (ian/bun/wa)

 






Reporter: Septian Refvinda Argiandini

Populer

Berita Terbaru

spot_img