WONOGIRI – Ancaman tsunami di pantai selatan Wonogiri diprediksi tidak sampai menghantam penduduk sekitar. Namun, mitigasi tetap dilakukan. Sayangnya, kendala sinyal membuat alarm otomatis tidak bisa terhubung dengan aplikasi di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Ini akan sulit dideteksi bila bencana datang.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wonogiri Bambang Haryanto mengatakan, dari hasil pengecekan lapangan bersama BMKG diketahui apabila tsunami setinggi 20 meter, gelombang tidak akan berdampak bagi warga sekitar. Sebab, tinggi tebing di sekitar Pantai Nampu sudah lebih dari 20 meter.
“Namun, kami juga harus siap mitigasi juga. Ini untuk antisipasi kalau gelombang yang lebih besar terjadi,” ungkapnya, Jumat (19/2).
Saat di Pantai Nampu, tim gabungan juga melihat rute evakuasi sekaligus memperhitungkan waktu. Ternyata, tidak butuh waktu lama bagi warga ataupun wisatawan untuk melakukan evakuasi bila ada kemungkinan terjadi tsunani.
“Dari bawah (bibir pantai) sampai ke pos di atas sekitar 2 menit. Dari pos sampai pos evakuasi sementara dibutuhkan waktu 2 menit. Itu sudah cukup untuk penyelamatan. Hanya butuh 4 menit,” kata dia.
Bambang menuturkan, kepala BMKG juga menyebut bahwa upaya simulasi mitigasi sudah baik. Sebab, sebelumnya sudah pernah dilakukan bersama masyarakat dan pemilik warung di sekitar pantai. Termasuk para wisatawan turut dilibatkan.
Yang diperlukan adalah sirene yang terhubung dengan aplikasi milik BMKG. Sebab, kawasan sekitar Pantai Nampu termasuk daerah yang sulit mendapatkan sinyal. BMKG merekomendasikan Wonogiri layak dijadikan pilot project desa ready tsunami.
“Kami akan lakukan pembenahan untuk mendapatkan sertifikasi internasional itu. Pembenahan tidak begitu signifikan. Yang jelas, paling sulit masalah sinyal. Ini penting karena akan membunyikan alarm apabila ada potensi tsunami. Sementara ini masih manual,” paparnya. (al/bun/ria)