RADARSOLO.ID – Dusun Popongan, Desa Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, Klaten selama ini sebagai salah satu pusat dakwah Islam tertua di Klaten. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Manshur Popongan yang berkembang sejak 1 abad lalu. Tapi siapa sangka di kampung tersebut juga menyimpan kuliner khas.
Saat menyusuri jalan di Dusun Popongan akan menemui sebuah rumah lawas yang menjajakan aneka kuliner tradisional. Seperti jenang, wajik, krasikan hingga jadah. Kehadiran kuliner tradisional itu sudah berkembang sejak 1980-an. Saat ini telah memasuki generasi ketiga sebagai pengelolanya.
Dia adalah Mustain, 40. Setiap hari membuat jenang, wajik dan krasikan dengan dibantu tiga orang. Menu yang pertama kali diproduksi oleh kakek Mustain adalah jenang. Kemudian berkembang memproduksi wajik, krasikan hingga jadah. Meski begitu, kuliner tradisional yang tetap menjadi andalan dan favorit pembeli yakni Jenang Popongan.
Usaha yang dikelola Mustain kini menjelma menjadi pusat oleh-oleh tradisional di Dusun Popongan. Terlebih lagi bagi jamaah yang ziarah atau menghadiri haul dan pengajian di Ponpes Al Mashur Popongan. Sebelum kembali ke daerah masing-masing selalu menyempatkan untuk membeli Jenang Popongan tersebut.
”Mereka merasa belum lengkap kalau sampai ke Ponpes Al Manshur Popongan untuk membeli jenang. Rata-rata pembelinya para peziarah dari daerah pantura seperti Demak dan Kudus. Di samping dari Soloraya seperti Kota Solo, Boyolali, Sukoharjo serta Jakarta hingga Sumatera,” ucap Mustain ditemui Jawa Pos Radar Solo, Jumat (10/2/2023).
Setiap harinya Mustain membuat 40 kilogram (kg) jenang, 40 kg wajik dan 40 kg krasikan. Khusus untuk jenang menggunakan bahan utama tepung beras, tepung ketan, gula Jawa dan santan. Dia tetap mempertahankan cita rasa jenang zaman dulu tanpa menggunakan bahan tambahan lainnya maupun pengawet.
”Cita rasa Jenang Popongan yang masih seperti zaman dulu. Justru seperti itu yang disukai para pembeli. Rasanya manis dan gurih serta teksturnya kalis,” tambah Mustain.
Jenang khas Popongan ini sering kali dipesan pembeli untuk menjadi hantaran pernikahan maupun hadiah dengan kemasan nampan. Harganya Rp 25 ribu untuk per kg. Sedangkan produk yang telah dicetak persegi panjang dengan berat sekitar 2 ons harganya Rp 5.000 per biji sehingga bisa menyesuaikan dengan kebutuhan.
Jenang yang diproduksi di Dusun Popongan itu bisa tahan hingga lima hari lamanya. Sedangkan untuk kuliner wajik bisa tahan dalam waktu tiga hari saja. Tetapi untuk krasikan bisa bertahan untuk dua minggu hingga satu bulan lamanya.
”Setiap harinya kami produksi dan buka hingga pukul 13.00. Tetapi kalau lagi ramai bisa sampai pukul 16.00,” tandasnya. (ren/adi/dam)